Pemahaman yang serupa juga disampaikan oleh ahli sejarah, Jason Moore yang mengganti istilah ‘Antroposen’ menjadi ‘Kapitalosen’.
Hal ini merujuk pada sistem kapitalisme yang memungkinkan beberapa negara mendominasi kekayaan dan kekuasaan.
Wilayah di beberapa negara miskin diperlakukan sebagai ‘pabrik-pabrik’ untuk mendapatkan bahan baku berharga murah.
Sementara polusi adalah hal yang tidak bisa dihindari lagi sebagai akibatnya.
Bukan hanya itu, dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Earth.org, kesenjangan ekonomi yang disebabkan oleh kapitalisme membawa dampak, bukan hanya pada populasi global, namun juga pada kemampuan mengatasi risiko akibat perubahan iklim.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Tasikmalaya pada Senin, 31 Oktober 2022: Hujan dengan Intensitas Ringan di Sore Hari
Akibatnya tercipta istilah ‘Climate Apartheid’, dimana kelompok yang kaya dapat lebih mampu membayar ‘jalan keluar’ dari perubahan iklim.
Sudut pandang ini memberikan gambaran baru tentang bagaimana ekspansi kapitalisme dan konsumerisme memberikan dampak yang berbeda bagi orang-orang kaya dan miskin.
Tidak mengherankan gagasan tentang standar tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) dan Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (Environmental, Social and Governance/ESG) telah meningkat.