Kegiatan Impor Dinilai Berdampak Buruk, Pemerintah Diminta Sejahterakan Petani

- 23 Oktober 2020, 20:46 WIB
Ilustrasi petani menggiling padi. /ANTARA
Ilustrasi petani menggiling padi. /ANTARA /

PR TASIKMALAYA - Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet mengungkapkan, penilaian kemakmuran petani dapat terpantau secara transparan dalam Nilai Tukar Petani atau yang biasa disebut NTP.

Slamet memadankan NTP dalam satu tahun sebelum pelantikan Presiden Joko Widodo periode II dengan satu tahun setelahnya yang secara signifikan mengalami penyusutan.

Dikutip oleh PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari situs resmi DPR, politisi Fraksi PKS tersebut berpendapat, penyusutan NTP dari bulan Februari sampai dengan September 2020 merupakan fakta bahwa kualitas hidup petani sekarang ini tengah memburuk.

Baca Juga: Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman Resmi Ditahan oleh KPK

Dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun sebelumnya, dimana penurunan NTP terjadi secara berkepanjangan, yang artinya kemakmuran petani pun turun secara terus-menerus untuk tujuh bulan terakhir.

"Penurunan nilai tukar petani yang sangat signifikan ini menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu menyejahterakan petani indonesia.

"Sangat disayangkan, padahal petani negeri ini merupakan tulang punggung negara ini pada persoalan pangan dan ekonomi kerakyatan," ucap Slamet.

Baca Juga: Sosok Roots Terkuak, Roby Geisha Disebut jadi Personel Misterius Fourtwnty

Slamet, yang juga merupakan seorang legislator itu menjelaskan, NTP adalah suatu konsep untuk menilai tingkat kapabilitas tukar atas barang (hasil petani) dengan barang (dan jasa) yang diperlukan petani dalam proses produksi dan konsumsi untuk petani terkait.

Ia beranggapan, evaluasi keberpihakan pemerintah terhadap petani harus ditingkatkan supaya terdapat signifikan pada usaha pengembangan NTP ini.

Perkembangan NTP merupakan tanda kinerja pemerintah yang bertindak untuk masyarakatnya dari kalangan petani.

Baca Juga: BREAKING NEWS: KPK Resmi Tahan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman

Tapi jika peningkatan NTP tidak juga terlaksana secepatnya, perkiraannya adalah kinerja pemerintah belum membidik secara tepat.

Dalam satu tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi, taraf produktivitas petani dianggap masih rendah. Karena itu, Peleburan program pemerintah dibutuhkan sejak dari ujung hingga pangkal sektor pertanian.

Bukti yang sampai sekarang masih berjalan ialah impor produk pertanian yang berakibat langsung pada kemerosotan pertanian Indonesia.

Baca Juga: 100 Hari Kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf, Prabowo Raih Kepuasan Publik Tertinggi

"Pemerintah mesti sangat serius untuk memikirkan program yang bisa menyejahterakan petani. Perlu dikaji lebih serius terkait program subsidi pasca panen (subsidi harga).

"Hal ini menjadi penting, untuk mengurai persoalan pasca panen. Kerap kali terjadi, ketika setiap petani panen, harga selalu jatuh. Ini mesti ditanggulangi," tutur Slamet.

Slamet pun mendukung pemerintah supaya menahan laju kegiatan impor. Impor tersebut harus dibatasi secara maksimal demi melindungi petani Indonesia.

Baca Juga: Presenter Prakiraan Cuaca Alami Pelecehan, BMKG Siap Proses Hukum

"Bila  kondisi NTP dan longgarnya impor produk pertanian peternakan tidak segera diperbaiki, maka sangat mungkin kedepan tidak hanya produk pertanian yang diimpor, tetapi petani nya (manusianya/SDMnya) yang akan diimpor oleh pemerintah untuk menjadi tenaga kerja asing," tutup Slamet.***

 

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: DPR


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah