PR TASIKMALAYA - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mulai memutuskan bahwa permohonan para pemohon pada sidang perkara gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) resmi ditolak.
Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman menolak semua permohonan dari para pemohon, sehingga sistem Pemilu proposional tetap terbuka.
Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa para pemohon mendalilkan penyelenggaraan Pemilu dengan menggunakan sistem terbuka dianggap mendistorsi peran partai politik.
"Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 sampai dengan 2019 partai politik seperti kehilangan peran sentral-nya dalam kehidupan berdemokrasi," ujar Saldi Isra pada, 15 Juni 2023.
Baca Juga: Buntut Adanya Dugaan Korupsi di Kementan, Mentan Syahrul Yasin Limpo akan Dipanggil KPK
Menurut Mahkamah, dalil para Pemohon adalah sesuatu yang berlebihan. Hal ini didasarkan pada pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum (Pemilu) anggota DPR/DPRD.
"Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon," ujar Saldi Isra yang dikutip dari ANTARA.
Saldi Isra menjelaskan bahwa partai politik memiliki peran sentral dalam memilih calon yang dipandang.
Serta, dapat mewakili kepentingan partai itu sendiri seperti ideologi, rencana, dan program kerja partai politik yang bersangkutan.