Friawan, peneliti CSIS, mengatakan jika fokus pemerintah pada hilirisasi memiliki hasil yang bisa diperdebatkan.
“Presiden hanya melihat keberhasilan hilirisasi nikel dari sisi peningkatan investasi dan ekspor baja, tetapi bukan dari memperhitungkan secara cermat nilai tambah yang sebenarnya diperoleh Indonesia,” ujarnya.
Friawan mengatakan, memiliki sumber daya alam yang banyak bukan berarti Indonesia bisa bersaing untuk produksi industri dan manufaktur dari input sumber daya alam.
“Untuk dapat bersaing, Anda juga membutuhkan teknologi pendukung, keterampilan, kapasitas, dan skala ekonomi,” tambahnya.
Baca Juga: Tes Kepribadian: Tangan atau Gitar? Ungkap Sifat Anda yang Luar Biasa
Jokowi juga merujuk proyek warisannya tentang Nusantara, ibu kota baru yang diusulkan Indonesia di Kalimantan.
Proyek yang bertujuan untuk mengumpulkan 80 persen pendanaannya dari kepentingan pribadi, telah menjadi kontroversial, dengan beberapa kritikus mengatakan itu akan menyebabkan perpindahan masyarakat adat dan dapat memusatkan kekuasaan dengan cara yang mungkin tidak konstitusional.
“Yang menarik menurut saya Jokowi tetap berkomitmen menjalankan proyek besar ini di tengah ketidakpastian situasi ekonomi, baik di dalam maupun di luar,” kata Siwage Dharma Negara, senior fellow di Iseas-Yusof Ishak Institute.
Siwage juga mengatakan bahwa Presiden Indonesia tetap optimis dengan kemampuan ekonomi kita untuk bangkit dari pandemi.
Baca Juga: Ini 4 Poin Pidato Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI