Selanjutnya, kata dia, dampak jika menerapkan masa jabatan Presiden 3 periode di Indonesia adalah memperlambat generasi kepemimpinan antargenerasi berikutnya.
Dalam menyikapi wacana masa jabatan Presiden 3 periode tersebut, pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia ini mengajak masyarakat untuk tetap bersikap kritis.
Bivitri Susanti menjelaskan, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Economist Intelligence Unit, Indonesia memperoleh skor indeks demokrasi sebesar 6,30 persen atau peringkat 64 dari 167 negara.
Dengan demikian menurutnya, yang harus diperkuat saat ini ialah pondasi konstitusi dan demokrasi. Apalagi, indeks demokrasi Indonesia mengalami kemunduran sehingga harus jadi pengingat mengenai keadaan demokrasi di Tanah Air.
Bivitri Susanti juga menyebut penambahan masa jabatan kepala negara menjadi tiga periode tidak hanya berdampak pada tatanan atas, namun juga berimbas ke tatanan paling bawah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan dalam menjalankan tampuk pemerintahan, Presiden akan selalu berjalan dengan orang-orang sekelilingnya baik dari sektor formal maupun nonformal.
"Jadi ada oligarki yang menginginkan supaya terus menerus kekuasaannya dipelihara," kata Bivitri Susanti menjelaskan.
Dengan demikian, ia menegaskan bahwa publik tidak boleh hanya melihat dari sosok Presiden Jokowi saja melainkan orang-orang yang mengikutinya.