PR TASIKMALAYA – Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin dituding radikal oleh Gerakan Anti Radikalisme alumni Institut Teknologi Bandung (GAR ITB).
GAR ITB bahkan melaporkan Din Syamsuddin kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), karena dianggap radikal, anti Pancasila, serta anti NKRI.
Menanggapi tudingan yang ditujukan kepada Din Syamsuddin tersebut, Jusuf Kalla sebaliknya.
Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari ANTARA, Jusuf Kalla berpendapat bahwa Din Syamsuddin sama sekali tidak melanggar kode etik sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Bahkan menurut Jusuf Kalla, Din Syamsuddin menggunakan kapasitasnya sebagai akademisi dalam menyampaikan kritik yang ditujukan kepada pemerintah.
“Ada ASN akademis dan inilah Pak Din, di sini. Dia dosen dan dia kemudian mengkritik. Jadi itu bukan soal (pelanggaran) etika, itu adalah profesi. Dia menggunakan keilmuannya untuk membicarakan sesuatu, itu bukan (masalah) etika,” tutur Jusuf Kalla.
Baca Juga: Tanggapi Pelaporan Radikalisme Din Syamsuddin, Teddy Gusnaidi : Ingat Ini Negara Hukum
Tanggapan lainnya datang dari Karni Ilyas. Menurutnya tuduhan radikal ini, selama ini menjadi momok bagi ustad-ustad yang ada di Indonesia.
Karni Ilyas menuturkan, akibat cap radikal tersebut banyak ustad-ustad yang dilarang untuk berkhotbah, seminar, diskusi, apalagi melakukan pertemuan dengan mahasiswa.
“Bahkan itu dialami oleh ustaz sekelas UAS (Ustaz Abdul Somad) sekalipun,” ungkap Karni Ilyas seperti yang dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari kanal YouTube Karni Ilyas Club yang diunggah pada Minggu, 21 Februari 2021.
Lebih lanjut, Karni Ilyas menanggapi isu tudingan radikal yang ditujukan kepada Din Syamsuddin.
“Kali ini tuduhan ditimpakan kepada bekas ketua umum Muhammadiyah, yang selama ini saya anggap bukan hanya moderat tapi sebagai orang Muhammadiyah,” ujar Karni Ilyas.
Karni Ilyas jelas-jelas meragukan apabila Din Syamsuddin radikal.
Pasalnya, Karni Ilyas yang dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah, terlalu lunak ada anggapan radikal tersebut.
“Saya dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah saya anggap malah terlalu lunak, kok Muhammadiyah begini saya bilang,” ungkapnya.
“Ternyata dia (Din Syamsuddin) dari pesantren Gontor, waktu itu saya baru tahu. Ya pantas lebih lembut dari Muhammadiyah yang asli,” sambung Karni Ilyas.***