Masih Jadi Polemik, Sektor Transportasi Penerbangan Justru Sambut Baik UU Cipta Kerja

22 Oktober 2020, 18:13 WIB
Demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law. /ANTARA FOTO/Didik Suhartono/

PR TASIKMALAYA - Pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang menuai aksi penolakan masyarakat diyakini akan mendorong peningkatan iklim investasi di sektor transportasi.

Seperti yang pernah disampaikan Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa UU ini merupakan bentuk penyempurnaan regulasi.

UU ini lebih bersifat mempermudah proses perizinan yang berbelit-belit dan mengharmonisasi regulasi yang tumpang-tindih yang selama ini banyak dikeluhkan dan menghambat iklim investasi di Indonesia.

Baca Juga: Genjot Pembangunan Insfrastruktur di Indonesia Timur, DPR Segera Revisi UU Jalan

Berkaitan dengan hal tersebut, maskapai penerbangan justru menyambut antusias dan senang dengan disahkannya UU tersebut. Sebab UU 'Sapu Jagat' tersebut diyakini bakal memperbaiki aturan di sektor transportasi udara.

Ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Denon B Prawiraatmadja dalam sebuah diskusi virtual beberapa waktu lalu mengatakan, tujuan utama dari Omnibus Law ini adalah penyederhanaan birokrasi di dalam industri penerbangan.

Denon menjabarkan, dalam aturan lama yaitu UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan terlalu banyak mengatur hal-hal yang bersifat teknis yang semestinya diatur dalam peraturan pemerintah (PP) atau peraturan menteri (permen).

Baca Juga: Segera Diumumkan, Lengkapi Persyaratan Administrasi bagi Peserta Lolos CPNS 2019

UU Cipta Kerja, lanjutnya, bakal mengubah hal-hal teknis yang selama ini diatur lewat UU menjadi diatur di PP atau permen. Seperti pasal 42 tentang kepemilikan AOC (Sertifikat operator udara), persyaratan teknis yang harus dilakukan operator dalam memiliki izin AOC yang tadinya diatur dalam UU Nomor 1 tahun 2009 sekarang ini diatur oleh pemerintah.

Diharapkannya, aturan-aturan sangat teknis yang diatur melalui PP atau permen akan membuat regulasi di industri penerbangan lebih adaptif terhadap situasi yang diperlukan dalam satu masa.

"Di dalam Omnibus Law, saya pikir banyak pasal-pasal yang secara birokrasi sudah disederhanakan. Kami berharap di dalam Omnibus Law ini selain maskapai meningkatkan kompetensi, tapi juga sebagai PSO menghadirkan public service transportasi dapat mendukung perekonomian nasional," kata Denon.

Baca Juga: Polda Maluku Gagalkan 5 Ribu Liter Penyelundupan Miras Tradisional Jenis Sopi

Sejalan dengan hal tersebut, pakar hukum Universitas Tarumanegara (Untar) Prof Dr Ahmad Sudiro, menilai secara umum Undang-Undang Omnibus Law sudah baik. Karena UU tersebut bertujuan mengharmonisasikan puluhan UU yang tersebar dari sisi subtansi dan saling tumpang tindih dan bertentangan sehingga tidak selaras.

"Maka pemerintah ingin bagaimana ini dilakukan dalam satu rumah besar yang namanya Omnibus Law dalam konteks UU sehingga ini menjadikan review yang dianggap menjadi lebih efisien dan efektif," ujarnya.

Hanya saja, Ahmad Sudiro melihat masih adanya sejumlah hal yang perlu di sempurnakan terkait UU ini. Ia pun memberikan masukan agar transportasi udara atau penerbangan dalam UU Cipta Kerja dapat diatur secara lebih konprehensif, detail dan berkeadilan.

Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19 saat Libur Panjang, Satgas Minta Warga Batasi Mobilitas

Dalam hal ini, yang dimaksud review tentang UU tersebut oleh Ahmad Sudiro adalah terkait dengan masalah bagaimana para penumpang atau ahli waris mendapat perlindungan apabila melakukan gugatan jika terjadi cacat produk kecelakaan penerbangan.

"Sebab, UU penerbangan saat ini hanya mengatur bagaimana tanggung jawab operator terhadap pengguna jasa penerbangan, tetapi bagaimana tanggung jawab produsen pesawat belum ada ketentuanya," imbuhnya. ***

 
Editor: Tita Salsabila

Sumber: infopublik.id

Tags

Terkini

Terpopuler