Jokowi Sebut Ekonomi Indonesia Kuat dan Profil Global yang Meningkat

16 Agustus 2022, 17:46 WIB
Jokowi menyebut Indonesia berdiri di puncak kepemimpinan internasional dengan ekonomi yang cukup kuat untuk menahan tantangan global.* /Galih Pradipta/ANTARA FOTO

PR TASIKMALAYA – Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menyebut, Indonesia berdiri di “puncak” kepemimpinan internasional dan ekonominya cukup kuat untuk menahan tantangan global.

Menjelang hari kemerdekaan Indonesia yang ke-77 pada 17 Agustus, Jokowi mengatakan bahwa fundamental ekonomi negara tetap kuat di tengah gejolak ekonomi global.

Menyikapi masalah kenaikan harga, Presiden Jokowi mengatakan inflasi telah mencapai 4,9 persen pada Juli.

Angka tersebut dibandingkan dengan 7 persen di seluruh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan 9 persen di negara-negara maju.

Baca Juga: Tes Fokus: Seorang yang Teliti dan Jeli, Harusnya Bisa Temukan 3 Perbedaan pada Gambar Tempat Kopi ini!

Jokowi mengatakan, negara Asia Tenggara juga telah melihat statusnya tumbuh di panggung internasional sebagai hasil dari kepresidenan G20 yang sedang berlangsung dan kepemimpinan ASEAN tahun depan.

“Ini menunjukkan bahwa kita [berada di] puncak kepemimpinan global,” kata Jokowi, dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Al Jazeera.

Deni Friawan, seorang peneliti ekonomi di Center for Strategic and International Studies (CSIS), menggambarkan pidato tersebut “sangat optimis dan percaya diri”.

“Optimisme ini baik untuk mengundang partisipasi publik, tetapi juga bisa berbahaya dan ada ketakutan akan rasa percaya diri yang berlebihan,” kata Deni.

Baca Juga: Tes IQ: Mata Anda 100 Persen Jeli Jika Bisa Temukan Katak yang Tersembunyi dalam Gambar!

Deni mengatakan, meskipun fundamental ekonomi Indonesia tampak kuat dibandingkan dengan beberapa negara lain, gambaran tersebut telah terdistorsi oleh intervensi pemerintah untuk mengendalikan kenaikan tajam harga komoditas.

“Inflasi dan nilai tukar dipertahankan saat ini, tetapi biaya untuk melakukannya juga mahal,” katanya.

Deni menambahkan, inflasi rendah karena tidak melakukan penyesuaian harga bahan bakar, tetapi subsidi energi telah meningkat menjadi Rp502 triliun (setara US$34 miliar).

Seperti sebagian besar dunia, Indonesia menghadapi masalah rantai pasokan yang disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk perang Ukraina dan permintaan konsumen yang tinggi setelah pandemi Covid-19.

Baca Juga: 20 Link Twibbon Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77, Download Gratis di Sini!

Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan bahwa peningkatan status internasional Indonesia meluas ke minat yang meningkat pada industri hilirnya.

Hal tersebut yang melibatkan pemrosesan bahan baku yang melimpah seperti minyak mentah dan nikel untuk memungkinkan ekspor produk jadi yang lebih mahal.

Jokowi mengatakan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,44 persen pada kuartal kedua 2022, dengan surplus sekitar Rp364 triliun (US$24 miliar).

Ekspor baja mencapai Rp306 triliun (US$20,7 miliar) pada tahun 2021, meningkat 18 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2016, dan diproyeksikan mencapai Rp440 triliun (US$27 miliar) pada akhir tahun 2022, ungkap presiden Indonesia tersebut.

Baca Juga: Drakor Terbaru MBC 'Golden Spoon' Rilis Poster Pertama, Dibintangi Sungjae BTOB

Friawan, peneliti CSIS, mengatakan jika fokus pemerintah pada hilirisasi memiliki hasil yang bisa diperdebatkan.

“Presiden hanya melihat keberhasilan hilirisasi nikel dari sisi peningkatan investasi dan ekspor baja, tetapi bukan dari memperhitungkan secara cermat nilai tambah yang sebenarnya diperoleh Indonesia,” ujarnya.

Friawan mengatakan, memiliki sumber daya alam yang banyak bukan berarti Indonesia bisa bersaing untuk produksi industri dan manufaktur dari input sumber daya alam.

“Untuk dapat bersaing, Anda juga membutuhkan teknologi pendukung, keterampilan, kapasitas, dan skala ekonomi,” tambahnya.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Tangan atau Gitar? Ungkap Sifat Anda yang Luar Biasa

Jokowi juga merujuk proyek warisannya tentang Nusantara, ibu kota baru yang diusulkan Indonesia di Kalimantan.

Proyek yang bertujuan untuk mengumpulkan 80 persen pendanaannya dari kepentingan pribadi, telah menjadi kontroversial, dengan beberapa kritikus mengatakan itu akan menyebabkan perpindahan masyarakat adat dan dapat memusatkan kekuasaan dengan cara yang mungkin tidak konstitusional.

“Yang menarik menurut saya Jokowi tetap berkomitmen menjalankan proyek besar ini di tengah ketidakpastian situasi ekonomi, baik di dalam maupun di luar,” kata Siwage Dharma Negara, senior fellow di Iseas-Yusof Ishak Institute.

Siwage juga mengatakan bahwa Presiden Indonesia tetap optimis dengan kemampuan ekonomi kita untuk bangkit dari pandemi.

Baca Juga: Ini 4 Poin Pidato Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI

“Sambil tetap berpesan bahwa kita perlu waspada dan hati-hati dengan kondisi yang sangat tidak pasti,” tutupnya.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler