Hayyan Ul Haq Singgung Gugatan Presidential Threshold ke MK: Itu Tidak Bisa Diabaikan

16 Januari 2022, 11:57 WIB
Simak berikut ulasan Hayyan Ul Haq terkait gugatan Presidential Threshold dari kader Partai Gerindra. /Tangkapan layar YouTube/Refly Harun

PR TASIKMALAYA - Baru-baru ini, Dosen Utrecht University Belanda bernama Hayyan Ul Haq, membahas terkait gugatan kader Gerindra bernama Ferry Juliantono ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Presidential Threshold.

Seperti diketahui, kader Gerindra Ferry Juliantono itu melakukan gugatan ke MK karena sikap pemerintah dan DPR sepakat tidak melakukan revisi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hal ini, dalam mengatur Presidential Threshold 20 persen kursi partai politik di DPR RI atau 25 persen suara nasional pada pemilu terakhir.

Di sisi lain, Hayyan Ul Haq menyinggung gugatan kader Gerindra ke MK terkait Presidential Threshold itu, yang terkonfirmasi pada 18 Desember 2021 lalu.

Baca Juga: West Ham vs Leeds United pada 16 Januari 2022 di Liga Inggris: Prediksi Skor dan Link Live Streaming

"Konstruksi putusan atau dasar argumen Mahkamah Konstitusi di dalam melakukan peng-ignorance (pengabaian), terhadap gugatan atas Presidential Threshold ini," ujar Hayyan Ul Haq yang dikutip oleh PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari vudeo yang dibagikan di kanal YouTube Refly Harun pada Minggu, 16 Januari 2022.

Kemudian, Hayyan membeberkan beberapa hal yang menurutnya penting terkait gugatan kader Gerindra tersebut.

"Pertama, Mahkamah Konstitusi itu ingin menggali lagi lebih dalam apa landasan-landasan teoritik yang seharusnya digunakan oleh penggugat," tuturnya.

Hal ini menurutnya hal itu agar gugatannya menjadi relevan hingga Presidential Threshold ini menjadi logis dan rasional.

Baca Juga: Kimetsu no Yaiba: Bagaimana Sistem Peringkat Iblis Bulan? Begini Penjelasannya

Sementara itu, akademisi tersebut menilai bahwa hak memilih dan dipilih menjadi hak yang fundamental.

"Saya bicara dalam konteks teori yang berkaitan dengan hak fundamental," katanya.

"Jadi hak memilih dan dipilih itu berkaitan dengan hak fundamental yang merupakan bagian dari hak kodrati," terangnya.

Hayyan menyebutkan bahwa hal itu tidak bisa diabaikan.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Pilih Salah Satu Kunci, Ungkap Kekuatan Tersembunyi Dalam Diri Anda

"Itu tidak bisa di-ignore (diabaikan) oleh siapa pun," tegasnya.

"Termasuk dalam konteks ini negara seharusnya memberikan penguatan, perlindungan, terhadap setiap orang yang memiliki hak kodrati tadi," sambungnya.

Lebih lanjut, dirinya mengatakan Presidential Threshold itu dikonstruksikan dalam pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017, dianggap rasional oleh MK.

Namun, menurut akademi tersebut hal ini justru ada kekeliruan teoritis dan filosofis.

Baca Juga: Link Streaming Anime One Piece Episode 1006 Sub Indo: Virus Mengerikan Queen, Ice Oni

"Karena sebetulnya pasal 222 itu sebetulnya tidak menghargai atau mengapresiasi apa yang kita sebut hak fundamental tadi," terangnya.

"Padahal kewajiban negara itu memberikan proteksi terhadap hak fundamental rakyat, yang melekat dalam dirinya," pungkasnya.***

Editor: Aghnia Nurfitriani

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler