PR TASIKMALAYA- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng, Ahmad Daroji mengungkapkan permintaan kepada polisi dan TNI dalam pelaksanaan salat tarawih selama bulan suci Ramadhan 1442 H yang akan segera tiba.
Dalam pernyataannya, Ketua MUI Jateng itu meminta polisi dan TNI untuk turut mengawasi penerapan protokol kesehatan (prokes) kepada para jemaah saat akan melaksanankan ibadah salat tarawih sepanjang Ramadhan 1442 H nanti.
Lebih lanjut, Ketua MUI Jateng itu pun menjelaskan bahwa permintaan pengawasan protokol kesehatan pada saat salat tarawih Ramadhan 1442 H itu tidak harus dilakukan secara tegas, namun polisi dan TNI bisa mengawasi para jemaah dengan cara membaur.
Seperti diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) telah membuat peraturan perihal dibolehkannya umat muslim untuk melakukan ibadah salat tarawih di masjid namun dengan syarat wajib menerapkan protokol kesehatan.
Selain itu, dalam peraturan Kemenag tersebut juga mengarahkan agar mushola atau masjid hanya boleh diisi 50 persen dari kapasitas saat digunakan untuk ibadah salat tarawih.
Untuk itu, sebagaimana diberitakan Semarangku.Pikiran-Rakyat.com dalam judul artikel "Disiplin Porkes saat Tarawih, MUI Minta Polisi dan Tentara Ikut Mengawasi", agar para jemaah bisa disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan pada saat beribadah, Ahmad Daroji pun meminta polisi dan TNI untuk membatu mengawasi.
“Saya sudah minta kepada Pak Kapolda dan Pak Pangdam, agar ada polisi atau tentara yang ikut jadi jemaah Jumatan atau tarawih di situ. Nah kalau ada aparat kan, jemaah jadi ewuh (sungkan) untuk suk-sukan (berdesakan),” terangnya, Kamis 8 April 2021.
MUI Jateng dan Kanwil Kemenag telah menyosialisasikan SE Menteri Agama, terkait ibadah di bulan Ramadhan 1442 H.
Ahmad Daroji berharap, SE Menag ini bisa dipedomani seluruh umat Islam, yang menjalankan ibadah.
Dalam SE Kemenag Nomor 3 tahun 2021 menyebutkan, jemaah salat fardhu maupun sunnah paling banyak 50 persen dari kapasitas masjid.
Selain itu, harus menjaga jarak aman antarjemaah, menyediakan sabun, hand sanitizer, meniadakan karpet dan sajadah bagi umum.
Pengelola masjid atau musala disarankan untuk menunjuk personel yang bertugas mengawasi penerapan protokol kesehatan.
Meski begitu, langkah pengawasan oleh aparat, hendaknya dilakukan dengan lunak. Selain itu, pengawasan hendaknya dilakukan pada masjid-masjid besar yang kemungkinan jemaahnya berasal dari luar wilayah.
“Untuk di pedesaan, edaran sudah dibuat, baik oleh MUI maupun Kemenag, tinggal nanti ketaatan dari warga. Tapi itu tadi, barangkali nanti aparat bisa ikut mirsani (melihat). Jemaahnya heterogen, seperti Baiturohman, MAJT, Kauman banyak jemaah dari luar perlu diketati di situ,” tandasnya. ***(Mahendra Smg/Semarangku.Pikiran-Rakyat.com)