Iuran BPJS Kesehatan Kembali Turun, Warga Miskin Penerima Bantuan Bakal Bertambah

- 10 Maret 2020, 13:52 WIB
Bupati Tasikmalaya, H. Ade Sugianto.*
Bupati Tasikmalaya, H. Ade Sugianto.* //KP/ ARIS MF

PIKIRAN RAKYAT - Bupati Tasikmalaya, Ade Sugianto menyambut suka cita dibatalkannya kenaikan iuaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Hal itu pasca keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Dimana iuran BPJS kesehatan yang sempat naik pertahun 2020 akan kembali ke iuran semula. Yaitu, Rp 25.500 untuk kelas 3, Rp 51.000 untuk kelas 2, dan sebesar Rp 80.000 untuk kelas 1.

Baca Juga: Tingkatkan Kesejahteraan UMKM, Produk Virtual Dapat Dukungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat

"Dengan adanya pembatalan kenaikan iuran BPJS, maka beban PAD Kabupaten Tasikmalaya tahun 2020 sebesar sekitar Rp 117 milyar, menjadi sedikit longgar," jelas Ade Sugianto, Selasa 10 Maret 2020.

Pasalnya, saat terjadi kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, dikatakan Ade, sangat membebani daerah. Hampir separuh PAD (Pendapatan Asli Daerah) yakni sekitar Rp 46,5 milyar tersedot guna membayar jaminan kesehatan masyarakat yang masuk ke dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Sebelumnya, nilai bantuan yang dikeluarkan oleh Pemkab Tasikmalaya guna mengcaver bantuan ke masyarakat miskin ini sekitar Rp 26 milyar. Terdiri dari pemerima manfaat Jamkesmas dan Jamkesda.

Baca Juga: Demam Berdarah Dengue Mewabah di NTT, Korban Meninggal di Sikka Menjadi 14 Orang

"Tahun inipun PAD kita tersedot untuk biaya penyelenggaraan Pilkada serentak sekitar Rp 90 milyar," tambah Ade.

Menurutnya, dengan harga BPJS kembali normal, tentu saja akan ada penambahan kuota bagi masyarakat miskin yang masuk BPJS Kesehatan, namun pembiayaannya ditanggung oleh Pemda Kabupaten Tasikmalaya.

"Tahun ini kita telah menargetkan sebanyak 101.736 orang warga miskin yang akan kita cover iuran BPJS Kesehatannya setelah disesuaikan dengan kenaikan harga. Dengan adanya putusan MA tersebut, cakupan jumlah warga miskin yang bisa dicaver BPJS akan bertambah," ujar Ade.

Baca Juga: Deretan Penyanyi Solo dan Grup Band yang Mendapat Royalti Terbesar versi Performer's Rights Society of Indonesia

Lebih lanjut, Bupati menegaskan, keberadaan BPJS Kesehatan sesungguhnya tidak menyelesaikan secara utuh persoalan beban masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan murah.

Sejauh ini, BPJS semata-mata, hanya menjamin biaya pengobatan berdasar tarif kelas rumah sakit (RS). Sementara kemampuan RS melayani pasien seperti minimnya ketersediaan obat yang dibutuhkan pasien atau kemampuan tindakan pengobatan lainnya, tidak menjadi bagian pelayanan BPJS.

"Sehingga ketika obat tidak ada, pasien tetap harus bayar lagi, pasien harus antri berhari-hari karena terbatasnya kemampuan RS," terang Ade.

Baca Juga: Performer's Rights Society of Indonesia Umumkan Distribusi Royalti Tahunan pada Musisi Tanah Air

Dicontohkannya, pasien tetap harus membayar lagi obat-obatan yang tidak masuk dalam caveran BPJS. Belum lagi untuk transfortasi pasien dan keluarganya ke rumah sakit.

Sehingga, Pemda tetap harus mengalokasikan anggaran yang tidak sedikit untuk menutup pasiennya yang tidak mampu.

Pembebanan kenaikan iuran BPJS tersebut, tambah Ade, ditanggung oleh Pemda, tanpa melihat kemampuan Pemda itu sendiri. Sehingga terpaksa Pemda harus memangkas kebutuhan masyarakat lainnya yang bersumber dari PAD.

Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak 2020, Pemkab Tasikmalaya Pertegas Netralitas ASN dan Terbebas Intervensi Politik

"Sangat terasa berat bagi Pemda yang PAD-nya sangat kecil seperti Kabupaten Tasikmalaya," kata dia.

Ade mengatakan, bila Pemda terlambat membayar, maka langsung dilakukan pemotongan anggaran dari Menteri Keuangan.

Sementara apabila BPJS kesehatan telat membayar ke RS, maka RS terpaksa harus ngutang ke pihak ketiga seperti perbankan guna menutupi biaya oprasional.*** 

Editor: Tyas Siti Gantina


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x