PIKIRAN RAKYAT - Program bantuan pangan paket sembako sebagai pengganti BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang berjalan saat ini dinilai tidak berpihak pada pengusaha lokal.
Pasalnya seluruh barang yang dijual ke KPM (Keluarga Penerima Manfaat) semua telah ditentukan dan dipasok oleh suplayer perusahaan besar dari kota.
Sehingga dengan pola seperti ini, justru dianggap tidak akan menaikan taraf hidup perekonomian masyarakat setempat.
Padahal jika sistemnya mampu dikolaborasikan dengan kearifan lokal, maka bakal memberi manfaat lebih luas ke masyarakat setempat, disamping kebutuhan pokok KPM tetap tidak diabaikan.
Pola bantuan seperti ini sangat dikeluhkan oleh sejumlah pengusaha lokal yang ada di Desa Banyuasih, Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya.
Di mana ada sejumlah pengusaha peternakan telur cukup besar. Sayangnya mereka tidak dilibatkan dalam memasok telur ke e-warung, karena semua telah disuplai oleh suplayer besar di Kota Tasikmalaya.
Begitu juga terjadi di Desa Singasari, Kecamatan Taraju. Desa ini menjadi salah satu sentra perusahaan tahu dan tempe cukup besar.
Namun sayang, mereka pun tidak dilibatkan memasok kedua komoditi pokok tersebut, padahal komoditi ini kerap diberikan dalam pemberian paket sembako ke KPM.
Baca Juga: Minim Alat Pelindung Diri, Tim Isolasi Virus Corona RSUD dr Soekardjo Gunakan Jas Hujan
"Kalau tahun lalu, waktu BPNT kami petani lokal masih diikut sertakan dalam memasok telor ke e-warung. Namun tahun ini, setelah pola bantuan berganti, kita tidak bisa terlibat. Semua barang sudah di suplai oleh pengusaha besar di kota Tasik," jelas Mimid, pemilik peternakan ayam petelor di Desa Banyuasih, Kecamatan Taraju, kabupaten Tasikmalaya, Minggu 8 Maret 2020.
Di peternakan ini, setidaknya ada 3.000 ekor ayam dengan produksi telor 2 kuintal per hari.
Disamping di peternakan Mimid, di peternakan ayam lainnya milik Agus ada 1.500 ayam petelor dengan produksi 60 kg perhari.
Sehingga dengan jumlah demikian, dinilai sudah mampu memasok kebutuhan telor bantuan sembako di Desa Banyuasih dan sekitarnya.
Mereka berharap, ada rembug antara sulpayer, pengusaha lokal, pemerintah desa dan e-warung guna mencari solusi agar program pemerintah ini bisa mensejahterakan semua, terutama pengusaha lokal.