Wartawan Bisa Gugat Perusahaan yang Beri Upah di Bawah UMK

2 Desember 2019, 13:40 WIB
WARTAWAN mewawancarai Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa 19 November 2019.* /ANTARA/

TASIKMALAYA (PR)- Perusahaan media yang mempekerjakan pewarta dengan upah dibawah UMK bisa dituntut oleh pewarta dengan mengajukan gugatan ke pengadilan.

Pasalnya UMK seharusnya bisa menjadi patokan minimum bagi perusahaan media untuk memberikan upah. Hal ini juga bertujuan untuk perbaikanj nasib para pewarta yang dipekerjakan.

Terkait masih banyaknya pewarta yang mendapatkan upah tidak UMK, Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tasikmalaya Nova Nugraha Putra menuturkan, upah minim atau tak sesuai aturan UMK merugikan para pewarta.

Baca Juga: Petugas BNN Sempat Dicurigai Sebagai Penculik dan Teroris

"Bakal ada imbas kepada kinerja," kata Nova saat dihubungi, Minggu 1 Desember 2019.

Dia mengakui, masih adanya jurnalis di Tasikmalaya yang mengalami kondisi tersebut.

Dengan upah minim dan tak sesuai aturan, semangat pewarta mencari berita bisa mengalami penurunan.

Untuk mendapatkan informasi, para jurnalis mengerahkan tenaganya serta dukungan finansial untuk kebutuhan transportasi dan hal lainnya.

Baca Juga: Komplotan Pencuri Spesialis Minimarket Berhasil Diringkus Polres Tasikmalaya

Saat upah minim, bagaimana mungkin pewarta mampu meliput berita yang mesti dijangkau dengan jarak yang jauh sedangkan kesejahteraannya tak terpenuhi.

Selain untuk kebutuhan hidup, pewarta harus menggunakan upahnya yang terbatas guna keperluan liputan.

Dampaknya, kualitas berita yang dihasilkan akan menurun lantaran persoalan tersebut. Integritas pewarta juga kena imbas.

Baca Juga: Tengah Jadi Polemik, Dua Proyek Renovasi di Tasikmalaya Diklaim Rampung

Dengan kebutuhan yang tak  tercukupi dari upah, pewarta bisa saja mencari celah demi memperoleh penghasilan dari sumber lain yang berpotensi melanggar kode etiknya.

Meski demikian, Nova tak menampik adanya perusahaan-perusahaan media yang belum mampu menggaji wartawannya sesuai UMK.

"Tak menutup kemungkinan ada pembicaraan ada kesepakatan, kondisi perusahaan seperti ini," ucapnya. Penyiasatan dilakukan dengan memberikan bonus atau fee dari iklan.

Baca Juga: Produksi 120 Ribu Pil PCC Setiap Hari, BNN Gerebek Pabrik Sumpit di Tasikmalaya

Akan tetapi, upaya tersebut juga rentan memunculkan konflik kepentingan antara jurnalis dengan pengiklan.

Tak hanya itu, cara demikian rawa pula bertabrakan dengan  kode etik sang jurnalis. Tak pelak, Nova menilai perusahaan-perusahaan media mesti mematuhi aturan UMK yang ada.

Sementara itu, Ketua Pusat Studi dan Bantuan Hukum Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama Tasikmalaya Eki Sirojul Baehaqi menegaskan, UMK merupakan suatu norma yang eksplisit.

Baca Juga: Musim Hujan Tiba, Sejumlah Warga di Tasikmalaya Justru Masih Krisis Air

"Bahwa tenaga kerja dibayar sesuai UMK," ucap Eki. Ketidakpatuhan terhadap aturan tersebut bakal berbuah sanksi bagai perusahaan media baik perdata atau pidana.

"Yang namanya hak bisa dituntut," ujarnya.

Pewarta bahkan punya hak untuk mengajukan gugatan langsung ke pengadilan. Bila tidak, upaya mediasi dilakukan terlebih dahulu dengan melapor ke dinas tenagah kerja di wilayahnya setempat.

Baca Juga: Akibat Curah Hujan Tinggi, Satu Rumah Tergerus Air Sungai Cidukuh

Secara hukum, profesi wartawan pun tak berbeda dengan para tenaga kerja lain.

"Ada kontrak ada hak dan kewajiban mengikat kedua belah pihak (wartawan dan perusahaan media)," tuturnya.

Buruknya kesejahteraan jurnalis  yang berdampaknya pada penurunan kualitas karya dan integritas ujung-ujungnya merugikan masyarakat. Pasalnya, wartawan merupakan profesi yang bekerja melayani kepentingan informasi publik.

Baca Juga: Ada Tiga SDN Siluman di Tasikmalaya, Nama Unik Prestasi Menumpuk

Saat integritas dan kualitas produk jurnalistik bermasalah, informasi yang disampaikan kepada publik pun rawan berupa hoaks atau tersusupi kepentingan tertentu demi memenuhi kebutuhan hidup wartawannya.

 "Syukur-syukur kalau jurnalis punya integritas yang kuat, tetapi kan kebutuhan hidup (merupakan) prinsip yang mendasar," ujarnya.

Apalagi, pers merupakan pilar demokrasi. Tanpa adanya perhatian terhadap nasib gurem wartawan, proses demokrasi suatu negara rentan mengalami permasalahan lantaran pers yang tak kritis dan malah melanggar kode etik profesinya.

Baca Juga: Dibuka Akhir Desember, Jalur Ciawi-Singaparna Sudah Dilintasi Warga

Seperti diketahui, persoalan UMK di Jawa Barat menuai polemik selepas Gubernur Jawa Barat menyetujui upah UMK dalam bentuk Surat Edaran Gubernur Jabar Nomor 561/75 Yanbangsos tentang Pelaksanaan Upah Minimun Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jabar tahun 2020 yang ditetapkan pada 21 November 2019.

Dalam daftar UMK Jabar tersebut, UMK Karawang menjadi paling besar dengan Rp 4.594.324,54. Sedangkan UMK terkecil adalah Banjar dengan Rp 1.831.884,83. Untuk Kota Tasikmalaya, UMK-nya mencapai Rp 2.264.093,28 dan Kabupaten Tasikmalaya Rp 2.251.787,92.***

Editor: Abdul Muhaemin

Tags

Terkini

Terpopuler