Diminta Pertanggung Jawaban atas Kasus Nice, Italia: Kami Tak Bertanggung Jawab dalam Hal ini

- 31 Oktober 2020, 08:10 WIB
BENDERA Italia
BENDERA Italia //pexels

PR TASIKMALAYA – Pemerintah Italia melalui Menteri Dalam Negerinya pada Jumat, 30 Oktober 2020 mengungkapkan pihaknya menolak untuk disalahkan karena mengizinkan seorang migran Tunisia yang dituduh membunuh tiga orang di sebuah gereja di negara tetangga Prancis untuk memasuki Eropa.

Tersangka serangan yang terjadi hari Kamis di Nice, Brahim Aouissaoui diketahui sampai di pulau Lampedusa di Italia pada 20 September dengan menggunakan sebuah perahu kecil.

Dia kemudian dipindahkan ke daratan pada 8 Oktober, dan, seperti hampir semua pendatang baru, dibebaskan.

Baca Juga: Menlu Armenia dan Azerbaijan bertemu di Jenewa, Selesaikan Konflik di Nagorno-Karabakh

Liga oposisi sayap kanan menuduh Menteri Dalam Negeri Luciana Lamorgese gagal mencegah orang datang dari Afrika dan mengatakan dia memikul tanggung jawab atas pembunuhan Nice.

Lamorgese membenarkan bahwa baik pihak berwenang Tunisia maupun dinas intelijen Italia tidak menandai Aouissaoui sebagai potensi ancaman.

"Kami tidak bertanggung jawab dalam hal ini," ungkap Luciana dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dalam Reuters.

Sekitar 27.190 migran telah mencapai Italia melalui laut sepanjang tahun ini, naik dari 9.533 pada periode yang sama tahun 2019, menurut data resmi.

Baca Juga: Gempa Tektonik 7,1 M Guncang Turki dan Sebabkan Tsunami, BMKG: Tidak Terdampak ke Indonesia

Dari jumlah tersebut, 11.195 berasal dari Tunisia - sejauh ini pengelompokan nasional tunggal terbesar.

Orang Lamorgese pergi ke Tunis pada bulan Agustus bersama dengan menteri luar negeri Italia dan dua Komisaris Uni Eropa untuk mencoba membujuk Tunisia agar menghentikan aliran tersebut.

Namun, dia mengakui sulit untuk menghentikan migrasi orang saat ini.

“Tunisia sedang menghadapi krisis ekonomi besar yang membuat segalanya menjadi lebih rumit. Covid-19 juga berdampak besar bagi negara, merusak semua upaya menjaga kohesi sosial di sana,” ujarnya.

Berdasarkan kesepakatan saat ini, Tunisia setuju untuk menerima kembali maksimal 80 warga negara seminggu.

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Benarkah 48 Orang Meninggal di Korea Selatan Setelah Vaksin Covid-19?

Pendatang baru selalu diberikan surat pengusiran tetapi hampir tidak pernah ditahan sampai penerbangan pulang dapat diatur.

Sebaliknya, banyak yang pindah dengan cepat dari Italia, seringkali menuju ke Prancis yang memiliki komunitas Tunisia yang besar.

Pemimpin liga Matteo Salvini, yang sebagai mantan menteri dalam negeri sebelum menarik partainya keluar dari pemerintahan pada Agustus 2019, telah berusaha membuat modal politik dari serangan itu.

“Saya minta maaf kepada rakyat Prancis, kepada anak-anak orang yang meninggal dan dipenggal, atas nama pemerintah yang tidak mampu ini dan kaki tangannya,” ungkapnya di Twitter.

Baca Juga: Diduga Gabung ISIS, Indonesia Dikabarkan Bakal Deportasi 3 Orang Uighur ke Tiongkok

Lamorgese mengatakan keputusan keamanan yang dikeluarkan oleh Salvini telah mempersulit pemerintah untuk menangani para migran karena telah menutup pusat imigrasi.

“20.000 orang harus meninggalkan pusat dari satu hari ke hari berikutnya,” ujarnya.

Seorang pejabat pemerintah juga mengatakan bahwa seorang pria Tunisia yang bertanggung jawab atas serangan di pasar Natal Berlin pada tahun 2016 juga datang ke Eropa melalui Lampedusa ketika politisi Liga lainnya menjadi menteri dalam negeri.***

 

Editor: Tita Salsabila

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x