PR TASIKMALAYA - Banyaknya pakaian yang tidak terpakai telah menumpuk di salah satu gurun di Negara Chilli.
Tumpukan pakaian bekas yang begitu besar di gurun Chili ini sebagian besar merupakan pakaian buatan Tiongkok dan Bangladesh.
Diketahui, pakaian yang menumpuk di gurun Chili itu rencananya akan dikirm ke beberapa toko, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Asia.
Baca Juga: Link Nonton Drakor The King's Affection Episode 9: Lee Hwi dan Jung Ji Woon Makin Mesra
Namun, pada saat perusahaan garmen tidak membelinya, pakaian akan dibawa ke sebuah pelabuhan Iqueque Chili.
Diketahui PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari laman Insider, pakaian itu akan dijual kembali ke beberapa negara Amerika Latin lainnya.
'Agence France Presse' (AFP) telah mengatakan bahwa tumpukan pakaian yang berada di pelabuhan Chili, setiap tahunnya diperkirakan mencapai 59.000 ton.
Baca Juga: Miliki Fobia Makanan, Bocah 11 Tahun Ini Hanya Makan Nugget Ayam Selama 1 Dekade
Akan tetapi, dari pada jumlah tersebut telah dipindahkan ke tempat pembuangan sampah di gurun, yakni sekitar 39.000 ton pakaian.
Menurut Alex Carreno, mantan karyawan di bagian impor Iqueque Chili, pakaian itu datang dari seluruh dunia.
Adapaun Alex Carreno mengatakan bahwa beberapa pakaian akan dibuang, ketika tidak dapat dijual kembali di seluruh Amerika Latin.
Baca Juga: 15 Link Twibbon Hari Anak Sedunia ‘Happy Childerns Day’ 2021, Download di Sini Gratis
Oleh karena itu, pakaian bekas yang dibuang ke gurun kini telah menyelimuti seluruh petak tanah gurun Atacama, Alto Hospicio, Chili.
Franklin Zepeda, seorang pendiri EcoFibra yaitu salah satu perusahaan yang memanfaatkan pakaian bekas, mengatakan pakaian tersebut tidak diterima pembuangan sampah kota, karena memiliki produk kimia.
"Masalahnya adalah pakaian tersebut tidak dapat dicerna secara hayati dan memiliki produk kimia," kata Franklin Zepeda.
"Sehingga tidak diterima di tempat pembuangan sampah kota," tambahnya.
Tak hanya itu, Franklin Zepeda berbicara kepada AFP bahwa dirinya ingin hal ini berhenti menjadi masalah dan mulai membuat solusi.
Diketahui para konsumen lebih banyak membeli pakaian sekitar 60 persen lebih, di tahun 2014. Ketimbang mereka membeli pakaian di tahun 2000.***