Media Asing Soroti Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Enam Anak oleh Pemuka Agama di Medan

- 29 April 2021, 12:44 WIB
ILUSTRASI - Media asing Ajazeera, menyoroti kasus pelecehan seksual terhadap enam anak perempaun di sebuah sekolah di Medan oleh seorang pemuka agama.*
ILUSTRASI - Media asing Ajazeera, menyoroti kasus pelecehan seksual terhadap enam anak perempaun di sebuah sekolah di Medan oleh seorang pemuka agama.* /Dok. PRFMNews.

PR TASIKMALAYA - Insiden terbaru mengenai pelecehan melibatkan sekolah di Medan, menghidupkan kembali seruan untuk meningkatkan perlindungan bagi anak dari pelecehan seksual oleh oknum pemimpin agama.

Insidsen penganiayaan yang terjadi di Medan, Sumatera Utara menyoroti perlunya sekolah dan pemerintah daerah di Indonesia untuk lebih melindungi siswanya, terutama bila pelakunya adalah pemimpin agama.

Di sebuah sekolah di Medan, ada 6 siswa perempuan yang pada bulan lalu menuduh bahwa kepala sekolah lembaga tersebut yang juga seorang pendeta Protestan, telah melakukan pelecehan seksual kepada mereka.

Baca Juga: Sering Picu Kecelakaan, PT KAI Larang Masyarakat Ngabuburit di Jalur Rel dengan Ancaman Denda

Ibu dari salah satu korban mengatakan bahwa putrinya yang berusia 13 tahun telah dibawa ke hotel sebanyak 4 kali sejak usia 11 tahun, di mana ia mendapatkan pelecehan seksual.

"Putri saya mengatakan bahwa kepala sekolahnya memberi tahu staf lain bahwa ia akan membawanya berlatih karate diluar halaman sekolah," ujar korban yang tidak dapat disebutkan namanya.

"Ketika sampai di hotel, dia melepaskan pakauannya dan menutup matanya serta memkasanya untuk memberikan seks oral," sambungnya.

Baca Juga: Apresiasi KASA Tasikmalaya, Pengasuh Panti Asuhan Taman Harapan: Datang dengan Niat Mulia

"Ketika ia mencoba untuk melawan, ia menarik kepalanya untuk memaksa melanjutkannya," pungkasnya dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Aljazeera.

Korban melaporkan kepada polisi atas perilaku tersangka di awal bulan ini.

Lima siswa perempuan lainnya juga mengatakan bahwa mereka dikunci d ikantor kepala sekolah untuk "kelas khusus" termasuk pelajaran bahasa Inggris dan balet.

Baca Juga: Munarman Ditangkap Densus 88, Habib Aboe: Kami Meminta Penyidik Memastikan Keadilan Bagi Semua

Tetapi, mereka dipaksa untuk duduk d ipangkuan pria itu, di mana tersangka melakukan pelecehan kepada mereka.

Tidak jelas berapa kasus pelecehan seksual terhadap anak di sekolah hyang terjadi setiap tahunnya di Indonesia.

Meski Komnas Perempuan mencatat lebih dari 38.000 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2020, tertinggi yang pernah ada.

Baca Juga: Anang Hermansyah Ungkap Kehidupan Rumah Tangga Atta dan Aurel: Rambu-rambunya Sedang Dibangun

Dalam beberapa tahun terakhir, negara Asia Tenggara diguncang oleh jumlah kasus pelecehan seksual terhadap anak.

Pada tahun 2020, kepala sekolah sebuah pondok pesantren di Provinsi Aceh dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena menyerang 15 siswa laki-laki pada tahun tersebut.

Seorang pastor Katolik, "Bruder Angel" ditangkap karena dicurigai telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur di rumah anak-anak daerah Jakarta pada tahun 2021 yang saat ini sedang diadili.

Baca Juga: Kuasa Hukum Sulit Temui Munarman, Fadli Zon: Ini Jelas Pelanggaran HAM

Media asing Ajazeera, menyoroti kasus pelecehan seksual terhadap enam anak perempaun di sebuah sekolah di Medan oleh seorang pemuka agama.*
Media asing Ajazeera, menyoroti kasus pelecehan seksual terhadap enam anak perempaun di sebuah sekolah di Medan oleh seorang pemuka agama.* /Tangkapan layar Aljazeera

Baca Juga: Perubahan Jadwal UTBK SBMPTN 2021 untuk Wilayah Jawa

Namun banyak kasus serupa yang disembunyikan dari publik.

"Ketika kekerasan seksual dilakukan oleh para pemuka agama, prosesnya sanagt sulit karena masyarakat percaya bahwa pelakunya tidak mungkin melakukan kekerasan," ujar Ermelina Singereta, pengacara di Dike Nomia Law Firm di Jakarta.

"Karena para pemimpin ini dianggap sebagai sosok yang suci, berwibawa dan mengasuh. Banyak korban yang akhirnya diadili oleh masyarakat setempat dan dituduh merayu pelaku," tambahnya yang mewakili korban dalam kasus "Brother Angelo".

Baca Juga: Sebelum Munarman Ditangkap Densus 88, Polisi Sebut Pihak Keluarga Sudah Mengetahui

Di Medan, korban mengatakan bahwa sekolah awalnya mencoba menyelesaikan kasus ini secara internal, dengan kepala sekolah menandatangani perjanjian tertulis, dimana ia meminta maaf kepada 2 korban dan berjanji untuk tidak menyinggung.

"Banyak kasus yang diselesaikan melalui ormas agama, karena minimnya edukasi atau informasi dimasyarakat," ujarnya.

"Terkadang organisasi keagamaan menyelesaikan masalah kekerasan terhadap perempuan atau anak dengan mekanisme internal meskipun mereka memiliki tanggung jawab melalui mekanisme hukum negara," jelaskannya.

Baca Juga: Tanggapi Soal Babi Ngepet, Titisan Nyai Ratu Kidul: Jika Benar, Akan Berubah 1 Minggu Setelah Dimatikan

Undang-Undang perlindungan anak Indoensia dibuat pada tahun 2002 dan dipebaharui pada tahun 2014.

Hukum bagi terpidana pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur dapat berkisar antara lima hingga 15 tahun penjara.

Meskipun amandemen baru diusulkan oleh Parlemen Indonesia pada tahun 2016 menyusul pemerkosaan dan pembunuhan beramai-ramai terhadap seorang remaja berusia 14 tahun di Bengkulu, Pantai Barat Sumatera.

Baca Juga: Gubernur Ridwan Kamil Khawatirkan Soal Mudik: Tiap Dua Jam 115 Orang Meninggal di India Akibat Covid-19

Salah satu usulan perubahan RUU 2016 memungkinkan pengeirian kimiawi pedofil terpidana melalui suntikan.

Presiden Indonesia Joko Widodo atau yang dikenal sebagai Jokowi menandatangani penggunaan kebiri kimia mulai Januari 2021, walaupun hukuman tersebutnbelum dilakukan.

Suster Eustochia Monika Nata, seorang biarawati Katolik yang bekerja dengan korban pelecehan seksual anak sebagai bagian dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRUK-F) di Flores di Timur Indonesia.

Baca Juga: Tampung Kegundahan Anak Muda Soal Agama, Tretan Muslim dan Coki Pardede Ajak Habib Husein Ja’far Kolaborasi

Mengatakan bahwa dikota Maumere saja, yang berpenduduk sekitar 90.000 orang, ia melihat ada 30 kasus baru kekerasan seksual terhadap anak-anak dan anak dibawah umur setiap tahunnya.

"Itu adalah kasus-kasus yang dilaporkan kepada kami di TRUK-F, jadi tentunya masih banyak lagi yang tidak dilaporkan," tambahnya..

"Beberapa korban hamil karena penganiyayan dan mereka tidak mau melaporkan apa yang terjadi pada mereka karena maerasa malu atau karena mereka merasa tidak akan didukung oleh otoritas penyidik," pungkasnya.

Baca Juga: Ramalan Shio Hari Ini, 29 April 2021: Kelinci, Naga dan Ular Anda Akan Mendapatkan Banyak Uang

Ranto Sibarani, seorang pengacara hak asasi manusia yang berbasis di Medan yang mewakili 6 orang korban di sekolah Potestan, mengatakan bahwa proses hukum bisa panjang dan berat bagi korban karena banyak yang harus dilakukan untuk menukung korban dalam mengambil tindakan.

"Di Indonesia, perempuan dan anak-anak seringkali berada pada posisi paling lemah untuk membela hak-hak mereka, jadi penting bagi kita untuk memberdayakan mereka," ujarnya.

"Di banyak bagian negara, mereka dianggap warga negara kelas dua karena dominasi patriarki dalam masyarakat Indonesia," pungkasnya.

Baca Juga: Michael Collins, Astronot Apollo 11 Sang Pengorbit Bulan Wafat Setelah Berjuang Melawan Kanker

Dia juga mengatakan ada kebutuhan untuk pengamanan yang lebih ketat untuk diberlakukan dan telah mendesak pemerintah dan Kementrian Penididkan untuk mengambil langkah-langkah untuk memantau staf pendidikan dan agama lebih dekat.

"Saya akan meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali bagaimana guru dan pemimpin agama direkrut dan bagaimana mereka bisa mendapatkan pekerjaan mengajar di sekolah tanpa pemeriksaan latar belakang yang memadai dan evaluasi psikologis yang akan membantu menjaga keamanan siswa," ujar pengcara itu.

"Kasus pelecehan seksual terhadap anak lebih buruk dari pada terorisme karena kami tidak tahu berapa banyak korban yang benar-benar terpengaruh," sambungnya.

Baca Juga: 12 Pasangan dalam Drakor Ini Awalnya Musuh Jadi Cinta, Ada Lee Dong Woo dan Yoo In Na

Pada 16 April 2021, orang tua yang marah melakukan protes di luar sekolah di Medan yang menyerukan penyelidikan penuh dan meminta seluruh staf untuk bekerja sama dengan pihak berwenang setempat.

Mereka juga memegang rambu-rambu yang meminta kepala sekolah yang belum ditangkap untuk sipecat.

Korban mengatakan dia bangga dengan putrinya yang telah angkat bicara dan bahwa keluarganya merasa harus melaporkan pelecehan tersebut kepada pihak berwenang karena takut korban lain akan terpengaruh dimasa depan.

Baca Juga: Sindir Penemuan Barang Bukti di Bekas Markas FPI, Dedek Prayudi Sindir Balik Fadli Zon

"Jumlah korban yang maju mungkin saja puncak gunung es, jadi dia harus dihentikan kalau tidak ia akan melakukannya lagi," katanya.

Dia adalah gurunya tetapi selama dua tahun ia memperlakukan putriku seperti binatang.

"Kami berharap sekolah menjadi tempat teraman bagi para orang tua untuk mendidik anaknya," ujar Sibrani.

Baca Juga: Hibur Anak Panti Asuhan, KASA Tasikmalaya Ajarkan Senam Otak 'Si Tommy'

"Tapi kasus ini menunjukan bagaimana sekolah yang mengaku mempromosikan nilai-nilai agama yang kuat bisa menjadi rumah yang menakutkan," pungkasnya.***

 

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x