Kronologi Penangkapan Aung San Suu Kyi dalam Kudeta Myanmar, Dikabarkan Diamankan saat Fajar

- 2 Februari 2021, 17:15 WIB
Militer Myanmar memblokade sebuah jalan utama.
Militer Myanmar memblokade sebuah jalan utama. /Twitter/@Reuters/

PR TASIKMALAYA - Aung San Suu Kyi adalah seorang aktivis prodemokrasi Myanmar dan pemimpin partai politik National League for Democracy. 

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dalam NYTimes, Aung San Suu Kyi menjadi pahlawan demokrasi setelah menyelamatkan Myanmar meski sedang ditahan sebagai tahanan rumah.

Pada tahun 1991, Aung San Suu Kyi mendapatkan Penghargaan Nobel Perdamaian untuk upayanya dalam mengembangkan demokrasi Myanmar tanpa melalui jalan kekerasan dalam melawan rezim militer.

 Baca Juga: Heran ada yang Tidak Setuju Revisi UU Pemilu, Mardani Ali Sera: Untuk Cegah Lahirnya Tirani dan Oligarki

Pada hari Senin, 1 Februari 2021, wanita berusia 75 tahun tersebut diamankan militer Myanmar setelah partai yang dipimpinnya, yang berkuasa selama lima tahun, dikudeta.

Aung San Suu Kyi ditangkap dalam penyergapan sebelum fajar, bersama para menteri utamanya dan sejumlah tokoh pro-demokrasi.

Kritik terhadap militer berlanjut hingga Senin malam, dan jaringan telekomunikasi negara mengalami gangguan terus-menerus.

 Baca Juga: Rocky Gerung Sebut Moeldoko Tidak Salah Terlibat Dalam Upaya Ambil Alih Partai Demokrat

Sebuah postingan di Facebook yang tidak dapat diverifikasi mengatakan bahwa ia ditahan di kediaman resminya.

Associated Press melaporkan bahwa ratusan anggota parlemen Myanmar tetap terkurung di dalam perumahan dinas mereka di ibu kota.

Salah satu anggota parlemen, yang tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada kantor berita bahwa ia dan 400 anggota parlemen lainnya dapat saling berkomunikasi.

 Baca Juga: Demokrat Disebut Baper, Wasekjen: Tutup Mulut dan Diam! Anda Tidak Tahu Apa-Apa!

Meski begitu, mereka tidak diizinkan untuk meninggalkan kompleks di Naypyitaw dan berada di bawah penjagaan ketat Polisi dan tentara.

Hal ini pun telah memicu kemararahan masyarakat.

“Militer telah memerintah kami selama lima dekade," kata seorang guru bernama Khin.

"Butuh begitu banyak upaya bagi kami untuk mendapatkan demokrasi, dan itu hilang begitu saja, dalam semalam," lanjutnya.

 Baca Juga: Jabar Jadi Wilayah Pertama di Pulau Jawa yang Miliki Perda Pesantren, Ridwan Kamil: Akhirnya Allah Kabulkan

"Kami tidak lagi mengharapkan sesuatu yang baik dari negara ini," ujarnya.

“Mereka tidak memiliki sedikit pun empati. Mereka bersedia membunuh warga sipil untuk keuntungan mereka sendiri," imbuh Khin.

Ia juga mengaku saat ini sudah muak dengan mereka.

"Sekarang saya benar-benar muak dengan mereka. Mereka monster," tandasnya. 

Baca Juga: Terkait Isu Kudeta yang Dipaparkan AHY, Rocky Gerung: Partai Demokrat Berhak Menuduh Istana

Myae, 69, seorang pedagang ekspor yang melarikan diri ke Thailand saat pemberontakan pro-demokrasi 1988 mengatakan bahwa militer tidak memiliki hak untuk memerintah.

“Saya benar-benar memandang rendah orang-orang ini (militer). Mereka tidak memiliki kemampuan atau hak untuk memerintah dan tidak menghormati rakyat," pungkasnya Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dalam The Guardian.***

Editor: Tita Salsabila

Sumber: The Guardian Nytimes


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah