Ngerinya Penjara Israel Diungkap Bocah Palestina, Tahanan Dapat Kekerasan dan Makanan Terbatas

30 November 2023, 16:42 WIB
Ilustrasi penjara. /Reuters/Stephen Lam/

PR TASIKMALAYA - Mohammed Salhab Tamimi adalah salah satu tahanan asal Palestina yang kini telah dibebaskan dari penjara Israel. Dirinya ditahan selama 8 bulan di sana tanpa adanya tuntutan atau proses hukum yang jelas.

Pada Senin, 27 November 2023, pukul 7 pagi waktu setempat, dia menjadi salah satu tahanan yang dibebaskan sebagai isi dari kesepakatan gencatan senjata. Dirinya masuk dalam daftar tahanan yang dibebaskan dalam gelombang 4.

Mohammed dibebaskan dari penjara Ofer dekat Ramallah pada Selasa malam. Dengan diberitahu secara langsung oleh sipir, dia seolah tak percaya mendapatkan pembebasan setelah berbulan-bulan.

Media dari timur tengah, Al-Jazeera mencatat dengan baik kisah yang kemudian diceritakan langsung oleh anak remaja usia 18 tahun itu. Terutama mengenai apa yang terjadi padanya selama di penjara.

Baca Juga: Perpanjangan Gencatan Senjata Hamas dan Israel Sempat Diwarnai Baku Tembak di Yerusalem

Ketika baru tiba untuk pertama kalinya menemui keluarga, Mohammed kikuk sambil memeluk kedua orang tuanya. Ditambah kebingungannya membuncah setelah tahu bahwa awak media dan pers telah berkumpul untuk memintanya bercerita.

Dilaporkan oleh Al-Jazeera, Rabu, 29 November 2023, pemuda malang itu menceritakan berbagai kekejaman yang terjadi selama di penjara berbulan-bulan.

Dia mulai bercerita bahwa hal pertama yang diberitahukan padanya dari penjaga penjara adalah sebuah peringatan. Dirinya ingat betul bagaimana penjaga itu mengancamnya dengan bisikan rendah yang mengerikan.

“Beritahu temanmu, jika kita mengadakan perayaan besar, saya akan kembali ke penjara,” kata Mohammed  mengenang kisah itu.

Hal itu memang sudah termaktub dalam isi kesepakatan gencatan senjata yang disetujui oleh pasukan militer Israel dengan kelompok Hamas. Dimana seluruh tahanan yang dibebaskan dilarang untuk mengadakan perayaan apapun atas kebebasan yang didapatkan.

Sebagaimana diketahui, rumahnya begitu dekat dengan beberapa pos militer Israel. Karenanya seluruh keluarganya mau tak mau harus menyembunyikan kebahagiaan mereka. Beberapa keluarga lain pun hanya sedikit yang hadir untuk menyambut kedatangannya.

Baca Juga: Gedung Putih Yakini Warga AS yang Masih Disandera Hamas Tak Dijadikan sebagai Jaminan Perang

Dituntun dalam kekerasan

Mohammed menceritakan bahwa dirinya benar-benar tak tahu apa yang terjadi, ketika penjaga penjara memintanya untuk bersiap-siap mengemas barang. Dia hanya diminta untuk menanggalkan pakaian untuk kemudian hanya mengenakan pakaian olahraga penjara.

Dari sana, dirinya kembali mengingat bagaimana penjaga penjara membawanya untuk dipindahkan terlebih dahulu ke sebuah penjara lain.

“Saya memasukan pakaian saya ke dalam salah satu amplop plastik dan berjalan ke pintu sel, dimana mereka memborgol tangan saya dan memaksa kepala saya menunduk. Sehingga saya melihat ke bawah tanah,” katanya.

Setelah itu, dia ingat betul bahwa salah satu petugas ada yang menendangnya dengan keras sambil mengenakan sepatu bot yang berbahan baja. Tendangan itu datang tepat menemui kakinya.

Kisah kekerasan yang didapatkannya masih terus berlanjut. Dia mendapatkan apa yang membuatnya begitu takut dan merasa terancam di sana.

“Dia menyeret saya ke halaman penjara. Tapi, saat dia menyeret saya keluar dari penjara, dia berhenti untuk mengambil pakaian saya dan membuangnya ke tempat sampah. Lalu sambil memaki saya dengan bahasa cabul, dia menyeret saya keluar,” ucapnya sambil terbata-bata.

Berikutnya, dia dibawa masuk ke dalam sebuah mobil tahanan yang biasa disebut “bosta”. Mobil itu adalah sebuah mobil van besar dengan jendela gelap dilengkapi sel yang ketat. Tak hanya itu, kursi yang digunakan di dalamnya terbuat dari logam.

Di dalam mobil, cerita mengerikan masih berlanjut. Dirinya mengaku duduk di mobil sambil dirantai. Perjalanan jauh yang ditempuh dapat mencapai belasan jam, parahnya tanpa makan, minum, atau toilet sebagai jeda.

“Saya ditahan di sel kendaraan tanpa makan atau minum apapun sampai lewat tengah malam,” ucapnya menjelaskan.

Dari sanalah, akhirnya dia bisa bertemu dengan ayah dan pamannya yang telah menunggunya di halaman penjara Ofer. Pada Selasa, dini hari, dirinya akhirnya pulang ke Hebron di wilayah Tepi Barat Palestina.

Baca Juga: Elon Musk Dukung Israel, Setuju Hamas Dihancurkan

Penggalan kisah di dalam penjara

Masih bercerita, Mohammed menyatakan bahwa di dalam penjara yang ditempatinya memiliki satu ruangan atau sel yang hanya memiliki 6 tempat tidur. Namun, tahanan yang mengisinya bisa mencapai 10 orang.

“Ada 10 tahanan yang dimasukan ke dalam sel yang hanya memiliki enam tempat tidur. Dulu kami harus membentangkan selimut atau sesuatu di lantai untuk tidur,” katanya.

Dia juga mengaku pasokan makanan untuk mereka akan disesuaikan dengan jumlah kapasitas ruangan. Meski berisi 10 orang, maka pasokan makanan hanya untuk 6 orang. Akibatnya mereka harus saling berbagi.

Mohammed tahu betul itu hal wajar yang mereka dapatkan. Sebab sebelumnya, pemerintah Israel menyatakan bahwa mereka akan membuat malu para tahanan.

“Pendudukan (Israel) telah memutuskan bahwa mereka akan mempermalukan para tahanan, sejak pecahnya Badai Al-Aqsa (serangan 7 Oktober kelompok Hamas ke Israel),” ucap Mohammed menjelaskan.

Banyak hal aturan yang begitu ketat bagi para tahanan. Sekedar membeli keperluan kebersihan untuk mencuci pakaian pun mereka semua dilarang. Bahkan kebisingan pun akan mendapatkan pelarangan.

“Dulu saya suka mengumandangkan azan dari dalam sel agar seluruh bagian bisa mendengarnya, tapi itu juga dilarang,” ucapnya.

Terakhir, saking merasa begitu dikekang dan mendapatkan banyak pembatasan. Dia bahkan menyatakan kalimat paling menyakitkan di akhir ceritanya pada wartawan Al-Jazeera.

“Rasanya mereka bahkan tidak ingin kita bernafas,” katanya menutup kisah.***

Editor: Al Makruf Yoga Pratama

Sumber: Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler