PR TASIKMALAYA – Seorang aktivis yang terkenal selama pemberontakan mahasiswa Myanmar tahun 1988 telah ditangkap dalam serangan pada malam hari.
Aktivis Myanmar bernama Kyaw Min Yu, lebih dikenal sebagai Ko Jimmy itu, ditangkap oleh tentara yang menyerbu sebuah kompleks perumahan di kotapraja Dagon Utara Yangon pada Minggu, 24 Oktober 2021 waktu setempat.
Menurut istri aktivis Myanmar tersebut, Nilar Thein, suaminya selama ini tinggal di rumah persembunyian bersama dengan 2 aktivis lain yang melarikan diri melalui pintu belakang.
Dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Al Jazeera, dia mengatakan polisi belum memberi tahu dirinya tentang keberadaan sang suami.
Aktivis berusia 52 tahun itu dan istrinya itu adalah bagian dari apa yang disebut gerakan Generasi 88.
Julukan itu merupakan serangkaian protes yang dipimpin mahasiswa yang menantang pemerintah militer Myanmar sebelumnya.
Baca Juga: Desak Korea Utara untuk Segera Mengakhiri Uji Coba Rudal, AS: Sebagai Gantinya Lakukan Negosiasi
Mereka keluar masuk penjara karena memainkan peran kunci dalam protes anti-pemerintah pada 2007, yang dijuluki Revolusi Saffron karena partisipasi biksu berjubah oranye.
Tahun terakhir Ko Jimmy di balik jeruji besi adalah dari 2007 hingga 2012. Dia dibebaskan ketika para jenderal melonggarkan cengkeraman mereka untuk mulai membuka Myanmar dalam persiapan pemilihan 2015.
Militer kemudian mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Ko Jimmy setelah kudeta Februari.
Para jenderal menuduhnya menghasut kerusuhan dengan postingan di media sosialnya.
Istrinya mengatakan situasi menjadi lebih berisiko di bawah rezim saat ini, yang menjuluki diri mereka sebagai Dewan Administrasi Negara.
“Saya takut tidak akan melihatnya hidup lagi. Saya mendesak masyarakat internasional untuk mengawasi situasi dalam menyelamatkan nyawa orang-orang Myanmar,” katanya.
Nilar Thein menambahkan bahwa dia takut melapor ke polisi karena takut ditangkap sendiri.
Anggota Generasi 88 lainnya, Ko Ko Gyi, membenarkan penangkapan Ko Jimmy, mengungkapkan kekhawatiran untuknya dan keluarganya.
Kelompok aktivis, termasuk Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang melacak penangkapan di bawah rezim, menuduh bahwa penyiksaan telah terjadi selama interogasi terhadap para pembangkang.
Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk Myanmar, memperingatkan tentang pasukan yang berkumpul di utara negara itu.
Ia memperingatkan masyarakat internasional untuk bersiap menghadapi kejahatan kekejaman massal yang lebih banyak.
“Kita semua harus siap, karena orang-orang di bagian Myanmar ini siap, untuk kejahatan kekejaman massal yang lebih banyak lagi. Saya sangat berharap bahwa saya salah,” tandasnya.***