Sebut sebagai Bukti Risiko Menentang Kekerasan, Aktivis HAM Serukan Penyelidikan Pembunuhan Pemimpin Rohingya

3 Oktober 2021, 14:20 WIB
Aktivis HAM menyerukan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan pemimpin Rohingya di Bangladesh, sebut bukti nyata risiko menentang kekerasan. /Foto: Reuters/ Mohammad Ponir Hossain//

PR TASIKMALAYA – Kelompok hak asasi manusia menyerukan penyelidikan atas pembunuhan seorang pemimpin Rohingya terkemuka di Bangladesh.

Pemimpin Rohingnya itu ditembak mati di kamp pengungsi terbesar di dunia di Bangladesh.

Mohibullah, nama pemimpin Rohingya itu, berusia akhir 40-an dan memiliki delapan anak. Ia dibunuh oleh pria bersenjata tak dikenal di sebuah kamp di Cox's Bazar pada Rabu, 29 September 2021 malam.

Baca Juga: Diserang Gegara Bicarakan Lesti Kejora dan Rizky Billar, Psikolog: Bukan Berarti Saya Membela Dia

Dia memimpin Rohingya sejak lebih dari 730.000 kaum tersebut melarikan diri dari Myanmar, setelah tindakan keras militer terhadap mereka pada Agustus 2017.

“Dia meninggalkan saya dengan begitu banyak tanggung jawab,” ungkap istrinya, Nasima Begum, seperti dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Al Jazeera.

“Saya hancur, bagaimana saya bisa mengatur keluarga sekarang? Ini adalah jalan yang sulit di depan. Saya takut tinggal di sini sekarang, kami membutuhkan keamanan,” ia menambahkan.

Baca Juga: Rekan Artis Diduga Sindir Lesti Kejora Hamil Duluan Sebelum Dinikahi Rizky Billar, Indra Bekti: Hak Dia

Sementara itu, Mohammed Qasim, seorang pengungsi Rohingya, tak kuasa menahan air matanya.

“Selama bertahun-tahun sekarang, kami telah mengikuti Mohibullah, dia adalah permata bagi kami dan melakukan banyak hal untuk kami, tetapi kami tidak dapat menyelamatkannya,” tuturnya.

“Dia membawa kasus kami ke komunitas global untuk mencari keadilan bagi kami,” sambungnya.

Baca Juga: Sebut Lesti Kejora dan Rizky Billar Tidak Perlu Terpancing Emosi, Indra Bekti: Menikmati Sensasi

Mohibullah menjadi terkenal ketika dia dipilih untuk mewakili komunitasnya dalam kunjungan untuk bertemu dengan Presiden AS saat itu, Donald Trump, di Gedung Putih.

Ia juga menghadiri sesi Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa pada 2019.

Human Rights Watch (HRW) menyebut Mohibullah sebagai suara vital bagi komunitas Rohingya.

Baca Juga: Sebut Hukum Nikah Siri Rizky Billar dan Lesti Kejora Sah, Begini Penjelasan Ustaz Sayyidi Marzuqi

“Dia selalu membela hak-hak Rohingya untuk kembali dengan aman dan bermartabat dan memiliki suara dalam keputusan mengenai kehidupan dan masa depan mereka.

“Pembunuhannya adalah demonstrasi nyata dari risiko yang dihadapi oleh orang-orang di kamp-kamp yang berbicara untuk kebebasan dan menentang kekerasan,” ucap Meenakshi Ganguly, direktur kelompok hak asasi Asia Selatan.

Amnesty International juga mengutuk pembunuhan itu dan mendesak pihak berwenang Bangladesh dan badan pengungsi PBB untuk bekerja sama memastikan perlindungan orang-orang di kamp.

Baca Juga: Tips Menjadi Ayah yang Baik dan Hebat, Salah Satunya Ajak Anak untuk Bermain Bersama

Mereka ​​termasuk pengungsi, aktivis dan pekerja kemanusiaan dari Rohingya serta komunitas lokal. Banyak dari orang-orang itu memiliki keprihatinan yang sama tentang keselamatan mereka.

“Beberapa kelompok telah mengorganisir berbagai jenis kegiatan kriminal, dari operasi kartel narkoba hingga menyandera pengungsi dan pembunuhan yang terjadi. Jadi itu jelas menunjukkan siapa yang bisa berada di baliknya,” ujar Saad Hammadi, juru kampanye Amnesty Asia Selatan.

“Sangat penting bagi para pengungsi untuk diberikan keamanan di kamp-kamp sampai mereka dapat kembali.

Baca Juga: Pertama Kali Sejak Joe Biden Menjabat, AS Jatuhkan Dakwaan pada Pejuang Asing ISIS: Suara di Balik Kekerasan

“Ketika pemerintah mengatakan akan membawa para pelaku ke pengadilan, pemerintah juga harus memastikan bahwa mereka diadili dalam pengadilan yang adil dan ada transparansi dalam penyelidikan,” tandasnya.

Mohibullah dikenal sebagai seorang moderat yang mengadvokasi Rohingya untuk kembali ke Myanmar sejak hak-hak mereka ditolak selama beberapa dekade penganiayaan.

Dia adalah pemimpin Masyarakat Rohingya Arakan untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia, yang didirikan pada 2017.

Baca Juga: Dapat Suprise Mewah dari Aurel Hermansyah, Atta Halilintar: Tumben Aku Dikasih Hadiah!

Kelompok itu bekerja untuk mendokumentasikan kekejaman terhadap Rohingya di negara asal mereka Myanmar dan memberi mereka suara dalam komunitas internasional tentang masa depan.

Akan tetapi, posisi Mohibullah itu membuatnya menjadi sasaran kelompok garis keras dan dia menerima ancaman pembunuhan.

“Jika saya mati, tidak apa-apa. Saya akan memberikan hidup saya,” katanya pada 2019 lalu.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler