PR TASIKMALAYA - Setelah satu dekati mengenai pemungutan suara larangan mendirikan menara masjid, kini Swiss akan memperkenalkan klausul untuk melarang penggunaan penutup wajah atau niqab.
Swiss akan melarang setiap warganya untuk menggunakan penutup wajah termasuk penggunaan burqa dan niqab di ruang publik.
Dengan adanya peraturan tersebut, maka Swiss akan bergabung bersama lima negara lain di Eropa yang telah menerapkan aturan larangan niqab di publik.
Baca Juga: Patut Dibanggakan, TasteAtlas Tetapkan Nasi Rawon Sebagai Sup Terenak di Asia
Penggunaan penutup wajah karena keamanan, iklim atau kesehatan dapat dikecualikan seperti masker yang dikenakan untuk melindungi Covid-19.
Untuk penggunaan penutup wajah seperti burqa dan niqab tetap dapat digunakan dan diizinkan ketika berada di tempat-tempat ibadah.
Hasil pemungutan suara pada Minggu menunjukan hanya enam dari 26 kanton Swiss yang menolak aturan tersebut.
Hasil tersebut dibagikan oleh komite sayap kanan Egerkingen yang juga melakukan pemungutan suara terhadap pembangunan menara masjid di Swiss.
Sebanyak 48,8 persen atau total suara 1.360.317 menolak larangan penutup wajah dan sebanyak 51,2 persen atau sebanyak 1.427.626 menyetujui aturan larangan menggunakan penutup wajah.
Dengan adanya pemilihan suara yang dilakukan atas inisiatif rakyat menandakan pukulan bagi pemerintah dan parlemen di mana sebelumnya menentang larangan tersebut dengan alasan bahwa itu tidak perlu.
Hal tersebut dikarenakan pengguna niqab di Swiss masih cukup rendah dan 26 kanton dapat membuat undang-undang tentang masalah tersebut sendiri.
Karin Keller-Sutter selaku Menteri Kehakiman menyebut hasil tersebut tidak terlihat sebagai selimut "Suara melawan muslim".
Baca Juga: Berikut Bahan dan Cara Membuat Cloud Bread atau Roti Awan, Camilan Sehat Untuk Diet
Dirinya juga mengatakan bahwa sebagian kecil masyarakat muslim di Swiss dari 400.000 penduduk mengenakan kerudung sejenis itu.
Karin juga menyambut baik terhadap adanya fakta bahwa sebagian muslim mengambil suara dalam pemilihan tersebut.
Menurut Walter Wobmann dari Partai Rakyat Swiss sayap kanan yang memimpin kampanye hasil tersebut bukan sekadar simbolisme seperti yang dituduhkan oleh beberapa penentang.
“Penutup wajah bertentangan dengan sistem nilai kami,” ungkap Wobmann.
Baca Juga: Tips Sehat Jaga Berat Badan saat Masa WFH ala Diskominfo Jabar, Salah Satunya Takaran Konsumsi Gula
Baca Juga: Simak! Diskominfo Jabar Berikan Tips Cara Amankan Digital Banking Anda dari Penipuan dan Hacker
Baca Juga: Anies Baswedan Raih Penghargaan Satpol PP, Musni Umar: Dulu Dibenci, Kini Dapat Penghargaan
Selain itu dengan disetujuinya kampanye tersebut menjadi ada aturan yang jelas.
"Orang tahu bahwa di negara kita, Anda menunjukkan wajah Anda di depan umum," lanjutnya.
Sedangkan menurut Jeal-Luc Addor yang juga rekan satu partai dengan Wobmann mengatakan dirinya memuji keterlibatan feminis sayap kiri dan muslim progresif di mana beberapa di antaranya mendukung adanya larangan tersebut.
“Beberapa Muslim juga memahami bahwa niqab adalah simbol yang jelas dari Islam radikal,” ungkap Addor.
Baca Juga: Anime The Journey, Hasil Kolaborasi Arab Saudi dan Jepang Libatkan 300 Pemuda Arab Saudi
Sementara itu Saida Keller-Messahli dari pendiri Forum Islam Progresif yang juga mendukung larangan tersebut mengatakan hasilnya akan "dipahami" di luar negeri.
"Ideologi totaliter yang tidak memiliki tempat dalam demokrasi," ungkap Saida.
Namun rasa kekecewaan diungkapkan oleh beberapa kelompok muslim lainnya yang memandang hasil tersebut tidak begitu optimis.
Dewan Pusat Islam Swiss (ICCS) mengatakan itu adalah kekecewaan besar bagi semua Muslim yang lahir dan besar di Swiss.
Baca Juga: Pernyataan Terbaru Mahfud MD Soal KLB Demokrat: Pemerintah Akan Menyelesaikan Berdasar Hukum
Sekretaris Jenderal ICSS, Ferah Ulucay mengungkapkan bahwa adanya pemungutan suara tersebut telah menancapkan Islamofobia yang tersebar luas dalam konstitusi Swiss.
Menurut Pascal Gemperli dari Federasi Organisasi Islam di Swiss memberikan tanggapan bahwa pemungutan suara tersebut menargetkan komunitas tertentu, seperti halnya dengan menara masjid pada tahun 2009 lalu.
Gemperli mengatakan tidak jelas apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi dia khawatir dengan keamanan umat Islam di negara itu.***