Nasib Muslim Rohingya dalam Situasi Kudeta Myanmar, PBB: Terkurung Tanpa Layanan Kesehatan

2 Februari 2021, 20:35 WIB
Pengungsi Rohingya. PBB khawatirkan kondisi muslim Rohingnya.* /ANTARA FOTO/Rahmad

PR TASIKMALAYA - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merasa khawatir jika situasi kudeta di Myanmar dapat memperburuk keadaan Muslim Rohingya.

Selain itu, dewan keamanan PBB pun telah dikritik atas kegagalannya dalam menanggapi kekerasan terhadap Muslim Rohingya sebelumnya oleh militer Myanmar.

Salah satunya kekerasan yang dilakukan Militer Myanmar di negara bagian Rakhine pada tahun 2017, yang memaksa 700.000 orang Rohingya mengungsi ke Bangladesh.

 Baca Juga: Wasekjen Demokrat Jansen Sitindaon Ingatkan Pihak yang Tidak Tahu Apa-apa untuk Tutup Mulut dan Diam

Sayangnya, mereka terdampar di kamp pengungsi yang jorok dan sempit di perbatasan, dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari The Sydney Morning Herald.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric mengungkapkan bahwa sebanyak 600.000 Muslim Rohingya masih berada di negara itu.

“Ada sekira 600.000 Rohingya yang tetap berada di negara bagian Rakhine, termasuk 120.000 orang yang terkurung di kamp-kamp," ujarnya.

"Mereka tidak dapat bergerak bebas serta memiliki akses yang sangat terbatas ke layanan kesehatan dan pendidikan dasar,” lanjutnya pada hari Senin, 1 Februari 2021.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan negara-negara Barat lain menuduh militer Myanmar melakukan pembersihan etnis, yang kemudian disangkal.

“Jadi ketakutan kami adalah bahwa peristiwa tersebut dapat memperburuk situasi bagi mereka,” imbuh jubir kepada wartawan.

 Baca Juga: Viral Video Perempuan yang Senam saat Kudeta di Myanmar, Netizen: Karya Seni Hebat di Abad 21

Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang berencana untuk membahas Myanmar dalam pertemuan tertutup pada hari Selasa, 2 Januari 2021.

Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, presiden dewan selama bulan Februari, memberikan keterangannya kepada wartawan.

“Kami ingin mengatasi ancaman jangka panjang terhadap perdamaian dan keamanan, tentu saja bekerja sama dengan Myanmar di Asia dan negara tetangga lain di ASEAN,” ungkapnya.

 Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Beredar Video Pramugari Pesawat SJ182 Menangis Karena Firasat Sebelum Pesawat Jatuh  

Tiongkok, yang didukung oleh Rusia, melindungi Myanmar dari tindakan dewan yang signifikan setelah penumpasan militer tahun 2017.

Beijing dan Moskow adalah kekuatan veto dewan bersama Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.

Sebelumnya, militer Myanmar mengungkapkan bahwa mereka telah menahan Suu Kyi bersama para menterinya sebagai tanggapan atas "kecurangan pemilu".

 Baca Juga: Simak Cara Mudah untuk Mendapatkan NPWP Elektronik

Hal ini berarti bahwa kekuasaan akan diambil alih panglima militer Min Aung Hlaing yang hendak memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun.

Stephane Dujarric juga menyebut bahwa perserikatan Bangsa-Bangsa telah meminta militer Myanmar untuk membebaskan semua tahanan itu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah lama hadir di Myanmar. Utusan Dewan Keamanan melakukan perjalanan ke Myanmar pada April 2018.

PBB pun melakukan pertemuan secara terpisah dengan Suu Kyi dan Min Aung Hlaing setelah terjadinya tindakan kekerasan terhadap orang-orang Rohingya.***

 

Editor: Tita Salsabila

Sumber: The Sydney Morning Herald

Tags

Terkini

Terpopuler