Sejarah Sidang Isbat di Indonesia, Dimulai pada 1946

22 April 2023, 10:45 WIB
Sejarah Sidang Isbat Kementerian Agama. /Pixels/Gio Spigo/

PR TASIKMALAYA - Sidang isbat penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah telah dilakukan sejak lama di Indonesia. Namun mungkin belum banyak tahu akan sejarah adanya sidang isbat tersebut.

Sidang isbat merupakan agenda tahunan penting yang dilakukan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Karena hasil sidang ini akan mempengaruhi pelaksanaan ibadah puasa ramadhan, shalat idul fitri, serta shalat idul adha dan ibadah haji.

Namun, adakah pembaca tahu mengenai sejarah awal mula hadirnya sidang isbat di negara kita ini?

Tentunya telah kita ketahui bersama, dalam penanggalan Islam kita menggunakan bulan sebagai patokan penanggalan (Qomariyah). Oleh karenanya penetapan awal bulan akan ditentukan berdasarkan munculnya hilal (bulan baru).

Baca Juga: Sering Jadi Menu Takjil Ramadhan, Simak Khasiat Konsumsi Kolang Kaling bagi Kesehatan

Sebelum memasuki kepada sejarah, kita harus mengetahui bahwa untuk menetapkan awal bulan Qomariyah terdapat 2 metode, yaitu :

1. Rukyat (Melihat langsung hilal)
2. Hisab (Perhitungan Peredaran Bulan).

Kedua metode tersebut terangkum dalam ilmu falak, atau yang dikenal dengan ilmu astronomi dalam Islam.

Sejarah sidang isbat telah dimulai sejak awal berdirinya Kementerian Agama, tepatnya pada tahun 1946. Pada tahun ini terbit peraturan pemerintah  tahun 1946 nomor 2/Um. Disini ditetapkan bahwa kewenangan penetapan hari raya dan sekaligus hari libur keagamaan menjadi bagian tugas dari Kementerian Agama.

Baca Juga: Catat! Ini Daftar Titik Lokasi dan Jadwal Kas Keliling Penukaran Uang Baru di Wilayah Jawa Barat

Dilansir dari Kemenag, Penetapan Pemerintah Nomor 2/Um ditetapkan di Yogyakarta pada 18 Juni 1946 oleh Presiden Soekarno dan Menteri Agama H. Rasjidi serta diumumkan oleh Sekretaris Negara A.G. Pringgodigdo. Penetapan Pemerintah dalam konteks masa itu menyebut hari raya terdiri dari Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen dan Hari Raya Tiong Hwa.

Sidang isbat secara seremonial dimulai pada tahun 1950, dan dalam beberapa sumber mengatakan pada tahun 1962. Agenda dalam sidang isbat ini diantaranya terdiri dari : Paparan Ulama/Ahli dan juga penyampaian pendapat dari perwakilan organisasi masyarakat Islam,sebelum diambilnya keputusan penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal.

Tentunya kehadiran sidang isbat, telah menarik perhatian masyarakat sejak dulu. Masyarakat sangat menunggu pengumuman resmi dari pemerintah terkait penetapan Ramadhan dan Syawal, sehingga bisa melakukan persiapan untuk ibadah.

Mengenai metode penetapan awal tanggal hijriyah yang digunakan di Indonesia tercantum dalam buku agenda Kementerian Agama tahun 1950-1952, yang diterbitkan oleh Bagian Publikasi dan Redaksi Djawatan Penerangan Jalan Pertjetakan Negara - Jakarta, Bab Keputusan Kementerian Agama Tentang Hari-Hari Besar.

Baca Juga: Tes IQ: Lihat Kura-kura Tersembunyi dalam Gambar? Cuma Orang Jenius yang Menemukannya

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Kementerian Agama Republik Indonesia menggunakan metode Perhitungan Peredaran Bulan dan Rukyatul Hilal.

Langkah yang lebih lanjut terjadi pada tahun 1970-an. Kementerian Agama pada masa itu, terjadi pelembagaan formal Badan Hisab dan Rukyat (BHR). Lembaga ini didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972. BHR pada saat itu diketuai oleh Sa’adoeddin Djambek, seorang pakar ilmu falak terkemuka Muhammadiyah.

BHR mendapatkan 3 mandat dari Menteri Agama, Prof. H.A. Mukti Ali, yang disampaikannya dalam prosesi pelantikan. 3 mandat tersebut diantaranya :

1. Menentukan hari besar Islam dan hari libur nasional,
2. menyatukan penentuan awal bulan Islam, yang berkaitan dengan ibadah umat Islam, yaitu 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijah.
3. menjaga persatuan umat Islam, mengatasi pertentangan dan perbedaan dalam pandangan ahli hisab dan rukyat dan meminimalisir adanya perbedaan dalam partisipasi untuk membangun bangsa dan negara.

Baca Juga: Keutamaan Salat Tarawih di Rumah bagi Wanita, Simak Penjelasannya!

BHR merupakan wujud partisipasi negara dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat, untuk dapat menjalankan peribadatan keagamaannya di negara Indonesia.

Inilah sejarah sidang isbat dari tahun 1946-1970an. Bagaimana disini penetapan awal bulan hijriyah di Indonesia, dilakukan dengan semangat persatuan. Serta diiringi dengan adanya komunikasi terbuka antara pemerintah dengan Ormas Islam yang telah melembaga di masyarakat.***

Editor: Al Makruf Yoga Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler