Bukan Hanya Populasi Global, Sistem Kapitalisme Berdampak pada Lingkungan! Ini Penjelasannya

31 Oktober 2022, 08:39 WIB
Begini penjelasan terkait dengan sistem kapitalisme yang tak hanya berdampak pada populasi global, namun juga pada lingkungan. /Pxabay/

 

PR TASIKMALAYA – Analisis anthroposentris, merujuk pada paham yang meyakini bahwa manusia adalah satu-satunya pemegang kedudukan moral, membahas tentang perubahan iklim.

Namun, tampaknya meninggalkan salah satu batasan yang paling penting, yakni dinamika dalam perubahan iklim itu sendiri.

Lebih lanjut, artikel ini akan membahas tentang hubungan antara perubahan iklim dan konsep tentang ‘keadilan’.

Salah satu ahli sejarah asal University of Chicago, Dipesh Chakrabarty mengatakan bahwa untuk mengetahui sumber ketidakadilan akibat perubahan iklim, maka kita perlu mengetahui penyebab aktivitas yang berdampak besar terlebih dahulu.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Kota Bandung pada Senin, 31 Oktober 2022: Hujan Ringan di Sore hingga Malam Hari

Ia juga meminta agar analisis tersebut dilakukan dengan cara melihat secara spesifik akivitas manusia yang telah dilakukan secara terorganisir.

Dalam hal ini sistem yang dilakukan bukan hanya sebatas pada struktur negara, namun meliputi kegiatan sehari-hari. 

Hal ini menurutnya dipercaya dalam mempercepat perubahan iklim.

Pemahaman yang serupa juga disampaikan oleh ahli sejarah, Jason Moore yang mengganti istilah ‘Antroposen’ menjadi ‘Kapitalosen’. 

Baca Juga: Ramalan Shio Kuda, Kambing, dan Monyet Hari Ini, 31 Oktober 2022: Tunjukkan Citra Baru, Jadilah Pemimpin

Hal ini merujuk pada sistem kapitalisme yang memungkinkan beberapa negara mendominasi kekayaan dan kekuasaan.

Wilayah di beberapa negara miskin diperlakukan sebagai ‘pabrik-pabrik’ untuk mendapatkan bahan baku berharga murah. 

Sementara polusi adalah hal yang tidak bisa dihindari lagi sebagai akibatnya.

Bukan hanya itu, dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Earth.org, kesenjangan ekonomi yang disebabkan oleh kapitalisme membawa dampak, bukan hanya pada populasi global, namun juga pada kemampuan mengatasi risiko akibat perubahan iklim.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Tasikmalaya pada Senin, 31 Oktober 2022: Hujan dengan Intensitas Ringan di Sore Hari

Akibatnya tercipta istilah ‘Climate Apartheid’, dimana kelompok yang kaya dapat lebih mampu membayar ‘jalan keluar’ dari perubahan iklim.

Sudut pandang ini memberikan gambaran baru tentang bagaimana ekspansi kapitalisme dan konsumerisme memberikan dampak yang berbeda bagi orang-orang kaya dan miskin.

Tidak mengherankan gagasan tentang standar tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) dan Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (Environmental, Social and Governance/ESG) telah meningkat.

Publik mulai mendorong perusahaan agar mengurangi eksploitasi dan menjadi lebih berkelanjutan.

Baca Juga: Jadwal Acara TV Hari Ini Senin, 31 Oktober 2022: ANTV, Trans 7, dan tvOne, Ada Film India 'Kal Ho Naa Ho'

Para investor pun mulai memiliki pola pikir yang berorientasi pada lingkungan dalam membuat keputusannya.

Bahkan, para aktivis pun telah menyerukan konsep dekonsentrasi terhadap kekuasaan perusahaan yang bisa mencegah monopoli sumber daya global, berjalan beriringan dengan mempromosikan akuntabilitas perusahaan yang lebih baik.

Moore juga menjelaskan bahwa kita perlu memimpikan kehidupan yang menyediakan kebutuhan dasar manusia, seperti tempat tinggal, transportasi, fasilitas kesehatan dan sekolah yang tersalurkan secara setara.

Bagaimana menurut Anda?***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Earth.com

Tags

Terkini

Terpopuler