Puasa dengan Niat Diet agar Kurus Selepas Ramadhan, Masihkah Bernilai Ibadah?

7 Mei 2020, 03:30 WIB
ILUSTRASI Timbangan berat badan.* /Pixabay/

PIKIRAN RAKYAT - Pada bulan suci Ramadhan diwajibkan semua umat Muslim berpuasa, kecuali hal-hal yang tidak memperbolehkan berpuasa ada pada mereka, misalnya haid dan nifas.

Selain mendatangkan pahala yang berlipat ganda, puasa juga memiliki efek manfaat dari sisi medis, sehingga tak jarang seseorang dalam puasanya menyertakan niat untuk melakukan diet.

Lantas, bagaimana hukum berpuasa dengan niat diet agar kurus ?

Dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari situs NU Online, puasa merupakan amalan ibadah yang memerlukan niat di dalamnya, karena tanpa niat ibadah puasa tidak akan bernilai sebagai pahala, bahkan hukumnya tidak sah.

Baca Juga: Cegah Warga Berkerumun, Petugas Gabungan Berjaga di Beberapa Lokasi di Kabupaten Tasik

Pernyataan tersebut sesuai dengan hadist berikut ini:

إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Keabsahan beberapa amal bergantung kepada niat-niatnya” (HR al-Bukhari).

Adapun batas minimal yang mencukupi dalam niat puasa adalah dengan menyebutkan qashdul fi‘li dan ta’yin.

Maksud dari qashdul fi’li adalah menyengaja melakukan puasa, misalnya 'aku niat berpuasa', sedangkan Ta’yin artinya menentukan jenis puasanya, sekira bisa dibedakan dengan jenis puasa yang lain, semisal puasa Ramadhan, puasa qadha Ramadhan, puasa kafarat, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Lawan Pengaruh Tiongkok dan Rusia, Uni Eropa Gelar Pertemuan Balkan

Sebagiaman diketahui, bahwa syarat sah puasa adalah niat, sedangkan jika Anda berniat puasa untuk diet agar badan kurus selepas Ramadhan, maka puasanya tidak sah.

Sebab tidak menyebutkan redaksi Ramadhan dalam pelakasanaan niat, namun berbeda hal nya ketika Anda sudah berniat sesuai standar fiqih, lantas disertai motivasi lain di luar ibadah, semisal diet. Dalam hal ini dipercinci menjadi dua kasus.

Pertama, niat diet disertakan saat pelaksanaan niat puasa, semisal 'aku niat berpuasa Ramadhan dan diet'. Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan puasanya.

Baca Juga: Fasilitas di Bandara Pyongyang Dikaitkan dengan Program Rudal Korea Utara

Menurut pendapat yang kuat, puasa Ramadhannya tetap sah. Kasus yang demikian jarang sekali dilakukan oleh banyak orang bahkan hampir tidak ada.

Kedua, ada motivasi melakukan diet di luar pelaksanaan niat puasa. Kasus yang kedua ini banyak terjadi. Artinya, seseorang tetap niat puasa seperti aturan fiqih, namun ia memilki motivasi lain di luar puasa, yakni melakukan diet.

Dalam hal ini, puasanya tetap dihukumi sah, sebab puasa telah dilakukan dengan niat sesuai standar fiqih. Untuk untuk pahala, ulama berbeda pendapat.

Baca Juga: Dinilai Terlalu Singkat, Pedagang Pasar Cikurubuk Minta Durasi Berjualan PSBB Dikaji Ulang

Menurut al-Imam al-Zarkasyi dan Izzuddin bin Abdissalam, tidak mendapat pahala puasa secara mutlak. Sedangkan menurut Syekh Ibnu Hajar, mendapat pahala secara mutlak, baik tujuan ibadah lebih dominan, berimbang atau bahkan dikalahkan oleh tujuan diet.

Lebih lanjut, menurut Imam al-Ghazali diperinci, jika tujuan diet lebih dominan, maka pahala puasa tidak didapat, jika lebih dominan tujuan puasa, maka mendapat pahala. Jika keduanya berimbang, maka saling berguguran.

Menurut sebagian ulama, bila dua tujuan berimbang, tetap mendapat pahala. Ikhtilaf tersebut sebagaimana penjelasan dalam referensi sebagai berikut:

Baca Juga: Youtuber Tasikmalaya Tanggapi Aksi Video Prank, Ketua Komunitas: Ferdian Tidak Punya Hati

تنبيه هذا بالنسبة للصحة، أما الثواب فقال الزركشي الظاهر عدم حصوله. وقد اختار الغزالي فيما إذا شرك في العبادة غيرها من أمر دنيوي اعتبار الباعث على العمل، فإن كان القصد الدنيوي هو الأغلب لم يكن فيه أجر، وإن كان القصد الديني أغلب فله بقدره، وإن تساويا تساقطا. واختار ابن عبد السلام أنه لا أجر فيه مطلقا سواء تساوى القصدان أم اختلفا. وكلام الغزالي هو الظاهر

“Peringatan. Ikhtilaf ini dinisbatkan kepada keabsahan, Adapun pahala, al-Zarkasyi berkata; perkara yang jelas adalah tidak dihasilkannya pahala. Al-Imam al-Ghazali memilih dalam permasalahan mencampurkan niat ibadah dengan perkara duniawi, pertimbangan perkara yang mendorong atas amal,

"Bila tujuan duniawi lebih dominan (dari pada tujuan ibadah), maka tidak mendapat pahala. Bila tujuan agama lebih dominan (dari tujuan duniawi), maka mendapat pahala sesuai kadarnya,

"Bila keuda tujuan berimbang, maka saling berguguran. Ibnu Abdissalam memilih bahwa tidak ada pahala secara mutlak, baik kedua tujuan berimbang atau berbeda. Ucapan Imam al-Ghazali adalah pendapat yang jelas.”

Baca Juga: PSBB Hari Pertama, Sejumlah Pertokoan di HZ Tetap Buka, Petugas Minta Pemilik Tutup Toko

Berdasarkan penerangan diatas maka diperbolehkan seseorang berpuasa dengan motivasi lain, semisal diet agar kurus selepas Ramadhan, namun apabila niat berpuasa dalam hati diungkapkan semata-mata untuk diet maka ibadah puasa tidak akan mendapatkan pahala atau hanya sia-sia, karena hukumnya menjadi tidak sah.

Terkait keutamaan dalam berniat. Niat berpuasa wajib diungkapkan dengan lisan atau dibisikan dalam hati, agar amalan dan ibadah kita dapat bernilai di hadapan Allah Swt, sehingga keridhoan Allah Swt akan mengiringi langkah kita semua.***

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Instagram NU Online @nuonline_id

Tags

Terkini

Terpopuler