Tekan Bahan Baku Impor Industri Kimia, Kemenperin: Bukan Anti Impor, Hanya Lindungi Usaha Mereka

8 November 2020, 09:40 WIB
Ilustrasi bahan baku import. //PIXABAY//echosystem

PR TASIKMALAYA – Kebutuhan bahan baku industri khususnya industri kimia, belum bisa sepenuhnya lepas dari bahan baku impor.

Kurangnya bahan baku dan bahan penolong untuk produksi yang tersedia dalam negeri menyebabkan industri Inddonesia harrus mengimpor dari negara lain.

Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan substitusi impor bahan baku dan bahan penolong maupun barang modal untuk sektor industri minimal mencapai 15 persen pada 2021 sebagai bagian dari sasaran substitusi 35 persen pada 2022.

Baca Juga: Keturunan Amerika-Asia Pertama yang Jadi Wapres AS, Kamala Harris Diprediksi Maju di Pilpres 2024

“Kami terus mendetailkan produk apa saja yang paling dominan impornya,” ucap Sekertaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono di Bandung Jawa Barat pada Sabtu, 7 November 2020.

“Namun demikian langkah strategis ini perlu mendapat dukungan dari pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Perdagangan dan kementerian Keuangan,” lanjutnya.

Ia menegaskan pemerintah bertekad untuk melindungi industri di dalam negeri, terlebih dengan adanya dampak pandemi Covid-19.

“Tentu tujuannya agar bisa lebih berdaya saing. Ada beberapa sektor yang kapasitasnya tidak terpakai (idle) atau terkena unfair trade, sehingga perlu kita lindungi,” ungkap Sekjen Kemenperin itu melalui keterangan tertulis.

Baca Juga: Chelsea Vs Sheffield United: The Blues Berhasil Naik ke Posisi Tiga Klasemen Sementara Liga Inggris

Kemenperin menghitung, saat ini utilisasi sektor indutri di Tanah Air sekitar 56 persen karena imbas pandemi. Padahal sebelumnya mampu menyentuh 70 persen.

“Sebenarnya kita tidak anti impor. Sebab, bahan baku dan bahan penolong itu dibutuhkan oleh sektor industri kita untuk ditingkatkan lagi nilai tambahnya. Tugas kami adalah menjaga keberlangsungan usaha mereka,” ucap Sigit.

Salah satu bahan baku yang impornya perlu ditekan ada di sektor industri kimia.

Sedangkan untuk impor barang modal yang perlu disubstitusi, misalnya di sektor industri permesinan dan elektronik.

Baca Juga: Akui Tak Tahu Korbannya Seorang Kolonel Marinir, Dua Pelaku Pembegalan Berhasil Dibekuk Polisi

“Semua sektor masing-masing punya karakterisitik yang berbeda. Untuk itu, kami sedang memperdalam komoditasnya hingga HS number 8-digit,” tutur Dia.

Upaya yang dilakukan untuk penrurunan impor ada pada sektor-sektor dengan persentase impor terbesar dijalankan secara simultan dengan upaya peningkatan utilitasi produksi.

Untuk itu Kemenperin terus mendorong pendalaman struktur dan peningkatan investasi di sektor industri.

“Memang investasi punya andil yang sangat besar bagi perekonomian, seperti penyerapan tenaga kerja. Kami akan fasilitasi dan kawal realisasi investasi dari sektor industri. Hingga tahun 2023, ada rencana investasi di sektor industri dengan total nilai hingga Rp 1.048 triliun,” katanya.

Baca Juga: Sangat Mudah Ditemukan, Berikut ini Manfaat Lidah Buaya bagi Kesehatan Kulit

Adapun kebijakan strategis meliputi implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 pada tujuh sektor industri prioritas, yakni industri makanan dan minuman, kimia, tekstil dan busana, otomotif, elektronika, farmasi serta alat kesehatan.

“Target dari Making Indonesia 4.0 adalah Indonesia bisa masuk dalam 10 besar ekonomi dunia pada 2030,” ungkap Sigit.

Saat ini, pemerintah tengah berupaya melakukan business matching untuk menarik investasi pada sektor-sektor industri yang potensial, termasuk tujuh sektor industri prioritas Making Indonesia 4.0.

Selain itu, target substitusi impor untuk sektor industri juga dapat dicapai melalui optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Baca Juga: Berhasil Cegah Trump Kembali Jadi Presiden, Joe Biden Meraih 74 Juta Lebih Suara dari Warga AS

“Potensi belanja barang dan modal dari pemerintah sekitar Rp546,5 triliun. Tentunya peluang ini tidak boleh kita lewatkan, akan kita awasi dan kelola untuk bisa dimanfaatkan oleh produk-produk dalam negeri,” tutup Sigit.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler