Ketua BKPN: Uang Kembalian Tidak Boleh Digantikan dengan Permen

5 November 2020, 17:35 WIB
Ilustrasi uang. /Pixabay

PR TASIKMALAYA - Bank Indonesia (BI) melarang toko atau ritel yang menjadikan permen sebagai kembalian uang pembayaran dari pembeli.

Namun, praktik pengembalian uang receh yang diganti dengan permen atau uang kembalian disumbangkan saat konsumen membeli barang sudah berangsur lama.

Pihak toko atau rite tidak diperkenankan atau dilarang memberikan uang kembalian berupa permen. Karena permen bukan alat pembayaran.

Baca Juga: Gelap Mata, Seorang Pria Nekat Bacok Selingkuhan sang Istri hingga Tewas

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari RRI, hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN), Rizal E. Halim.

"Tidak boleh mengembalikan dengan permen. Kemudian ada lagi, kalau kembaliannya nggak ada, disarankan disumbangkan," ujar Rizal disela kunjungannya bertemu Wakil Gubernur Jatim, Emil Dardak, Kamis, 5 November 2020.

Bahkan, disarankan jika uang kembalian untuk disumbangkan. Pihak toko atau ritel harus menunjukkan legalitas lembaga sosial yang menerima dana sumbangan tersebut.

Baca Juga: Disarankan Tes Swab, Bantu Kenali Perbedaan Gejala Pneumonia karena Bakteri atau Covid-19

Selain itu, tidak diperkenankan juga, uang konsumen digunakan sebagai dana CSR.

"Kalau disumbangkan untuk kegiatan sosial maka harus punya izin kegiatan sosial itu, itu diatur oleh Kementerian Sosial, aturannya adalah gak boleh (uang kembalian diganti permen)," tambahnya.

Namun, menurut Rizal, tidak semua masalah konsumen harus dilaporkan ke pusat, namun sebisa mungkin diselesaikan antara konsumen dan pelaku usaha.

Baca Juga: Unggul Tipis dari Donald Trump, Nevada akan jadi Kunci Sukses Kemenangan Joe Biden?

Jika tidak, bisa dilaporkan ke Lembaga Perlindungan Konsumen sebagai penengah. Karena biayanya lebih murah dan lebih efisien.

Tetapi, jika tindakan yang dilakukan pelaku usaha tersebut sudah membahayakan keselamatan konsumen, kemudian mengarah kepada pelanggaran hukum, seperti penipuan, maka bisa dilaporkan ke pihak yang lebih atas.

"Kasus konsumen yang membahayakan keselamatan jiwa, masif, meresahkan, ini naik terus sampai tingkat mitigasi khususnya, sampai pidana," tandasnya***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler