Selain itu, upacara dalam rangka menyambut kelahiran anak juga seringkali menyajikan Papeda. Hal itu banyak dilakukan di daerah Inanwatan. Pada momentum ini biasanya makanan tersebut disajikan bersama dengan daging babi.
Tak hanya itu, kelompok wanita di Inanwatan seringkali menyantap Papeda hanya untuk memberikan manfaat agar dapat menahan rasa sakit saat proses membuat tato.
Begitu pula dengan wilayah Maluku, tepatnya di Pulau Seram. Sebuah suku bernama Suku Nuaulu dikabarkan sering menyantap Papeda dengan sebutan 'Sonar Monne'.
Makanan khas tersebut bahkan menjadi salah satu hal yang disakralkan di sana. Terutama pada pelaksanaan ritual perayaan masa pubertas seorang gadis.
Makna sejarah Papeda
Sebagai sebuah makanan khas dan tradisional, Papeda dikenal menyimpan riwayat sejarah yang kaya akan makna di dalamnya.
Berbahan dasar sagu, menandakan bahwa masyarakat Papua memang sangat menghormati keberadaan sagu sebagai tak hanya makanan saja. Menurut kepercayaan mereka, sagu seringkali dipercaya sebagai penjelmaan manusia.
Tak hanya di wilayah Papua, sagu juga begitu dihormati di Raja Ampat. Oleh karenanya, ketika musim panen masyarakat di sana pasti selalu mengadakan perayaan upacara khusus sebagai tanda syukur dari hasil panen yang melimpah.
Sementara di Maluku, tepatnya oleh masyarakat Suku Nuaulu dan Huaulu. Wanita yang tengah berada dalam masa haid dilarang untuk memasak dan mengolah Papeda.