Ia dan timnya bakal melakukan pengamatan di Biak Numfor yang berada tepat di lintasan gerhana matahari. Terdapat tiga hal yang akan mereka lakukan, yakni perubahan kecerlangan, dampak gerhana terhadap ionosfer, dan riset tentang korona.
Dalam pengamatan ini, BRIN bakal memakai indeks flattening Ludendorf agar bisa melihat bentuk dan struktur korona.
"Dengan menggunakan alat sederhana, kami akan mengukur dinamika ionosfer. Mengapa ionosfer menjadi penting, karena sangat berdampak pada akurasi GPS dan juga terkait komunikasi terutama komunikasi maritim yang menggunakan kanal High Frequency. Kami akan melihat ada gangguan atau tidak," lanjut dia.
Sebagai informasi, gerhana matahari hibrida bisa terjadi ketika dalam waktu bersamaan, terdapat daerah yang mengalami gerhana matahari total dan ada yang merasakan gerhana matahari cincin.
Baca Juga: Makna Nuzulul Quran dan Peran Al Quran yang Menjadi Pedoman Hidup Bagi Umat Manusia
Kejadian ini bisa terjadi karena disebabkan oleh kelengkungan Bumi. Indonesia, dalam catatan BRIN, telah merasakan beberapa kali gerhana matahari sejak tahun 1983.
Nantinya, gerhana matahari hibrida akan berlangsung selama tiga jam lima menit dengan durasi fase tertutup 58 detik. Sedangkan jika diamati dari Jakarta, durasi awal hingga akhir adalah 2 jam 37 menit.
Sayangnya jika diamati dari Jakarta, presentase tertutupnya matahari hanya sebesar 39 persen saja.
Fenomena langka ini bisa diamati dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Hanya daerah Banda Aceh saja yang tidak bisa melihat peristiwa langka ini.***