Ingin Afirmasi Hak Beragama Syiah dan Ahmadiyah, Menag Yaqut: Mereka Warga yang Harus Dilindungi

- 25 Desember 2020, 08:59 WIB
Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas.
Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas. /Facebook.com/Yaqut Cholil Quomas

PR TASIKMALAYA - Dari enam Menteri baru yang telah resmi dilantik Presiden Jokowi untuk membantunya di Kabinet Indonesia maju, salah satu nama yang banyak mendapat perhatian publik adalah Menteri Agama Yaqut C. Qoumas.

Melalui pernyataan yang disampaikannya beberapa saat lalu, ia telah mengejutkan bangsa Indonesia dengan mengatakan bahwa pemerintah akan mengafirmasi hak beragmaa Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia.

Selain itu, Yaqut juga mengungkapkan bahwa ia tidak mau ada kelompok beragama minoritas yang terusir dari kampung halamannya karena perbedaan keyakinan.

Baca Juga: Simak! Berikut ini 5 Rekomendasi Film Animasi Bertemakan Hari Natal

"Mereka warga negara yang harus dilindungi," kata Yaqut saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com Jumat, 25 Desember 2020.

Gus Yaqut, sapaan Yaqut C. Qoumas, juga menyatakan bahwa Kementerian Agama akan memfasilitasi dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan yang ada.

"Perlu dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan. Kementerian Agama akan memfasilitasi," ujarnya.  

Adapun pernyataan Gus Yaqut tersebut berkaitan dengan pernyataan Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra yang meminta pemerintah agar pemerintah mengafirmasi urusan minoritas.

Baca Juga: Bahas Kasus Abu Bakar Ba’Syir dan Rizieq Shihab, Mahfud MD: Tak Ada Kriminalisasi Ulama di Indonesia

Hal ini disampaikan secara daring pada forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Selasa, 15 Desember 2020 silam.

"Terutama bagi mereka yang memang sudah tersisih dan kemudian terjadi persekusi, itu perlu afirmasi," kata Azyumardi.

Menurut Azyumardi, afirmasi itu kurang tampak diberikan pemerintah kepada kelompok minoritas. Misalnya, saat pemeluk agama minoritas ingin mendirikan tempat ibadah.

Azyumardi mengatakan bahwa para pengungsi Syiah di Sidoarjo dan kelompok Ahmadiyah di Mataram harus mengalami persekusi oleh kelompok Islam 'berjubah'.

Baca Juga: Diminta untuk Fasilitasi Dialog Afghanistan-Taliban, Jusuf Kalla Ajak MUI untuk Terlibat

Namun, persoalan intoleran yang kini seringkali menjadi akar masalah dari banyaknya perpecahan di Indonesia, menurut Azyumardi, bukan muncul di kalangan umat Islam saja, melainkan juga dialami oleh pemeluk agama lain di Indonesia.

"Di wilayah yang mayoritas Kristen, itu Katolik susah bikin gereja.Yang mayoritas Katolik, orang Kristen juga susah untuk membangun," ujar Azyumardi.

Ia berpendapat bahwa akan sulit bagi kelompok yang memiliki relasi kekuatan (power relation) minim di suatu lokasi bisa mendapat restu mendirikan tempat ibadah tersebut dari kelompok yang memiliki relasi kekuatan yang lebih kuat.

"Ini masalah power relation sebetulnya. Siapa yang merasa dia mayoritas. Jadi, yang begini-begini, power relation yang harus diatur begitu, ya (oleh Pemerintah). Bagaimana supaya adil," terangnya.

Baca Juga: Kemendagri Ajukan Pemberhentian Risma, Mantan Hakim MK: Itu Langkah Tepat 

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 yang mendasarkan pendirian rumah ibadah pada komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa menjadi sulit dilakukan ketika relasi kekuatan tadi belum merata.

Selain itu, Azyumardi juga mengatakan bahwa faktor pemekaran daerah yang kurang diperhatikan oleh Pemerintah juga ikut andil menyebabkan permasalahan tersebut.

"Itu saya kira perlu ditata ulang ini, ya. Bagaimana pihak yang berkuasa ini merasa kurang toleran. Jadi, masih perlu saya kira dilakukan afirmasilah dari tingkat nasional," kata Azyumardi.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah