Masa Penahanan Menteri KKP Nonaktif Diperpanjang hingga Januari 2021

- 14 Desember 2020, 18:35 WIB
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/12/2020). Edhy Prabowo diperiksa penyidik KPK dalam perkara dugaan penerimaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/12/2020). Edhy Prabowo diperiksa penyidik KPK dalam perkara dugaan penerimaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. /ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj

PR TASIKMALAYA - Masa penahanan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo diperpanjang hingga 40 hari.

Masa perpanjangan penahanan tersebut juga diberikan kepada empat orang lainna dalam kasus korupsi ekspor benih lobster.

Hal tersebut disampaikan oleh Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri pada Senin, 14 Desember 2020.

Baca Juga: Kirim Pesan pada Penguasa Jakarta, Cak Nun: Pemerintah Tidak Berkuasa atas Kehidupan

"Hari ini, dilakukan perpanjangan penahanan terhadap lima tersangka masing-masing selama 40 hari dimulai 15 Desember 2020 sampai 23 Januari 2021 untuk kasus dugaan korupsi oleh penyelenggara negara terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," jelas Ali.

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Antara, selain Edhy, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan
sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM) dan Amiril Mukminin (AM) dari pihak swasta.

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Baca Juga: Daftar Negara yang Memberikan Vaksin Covid-19 Gratis, Bagaimana dengan Indonesia?

Secara kronologis, uang yang diduga merupakan hasil korupsi Edhy Prabowo masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster yang selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Adapun uang hasil korupsi tersebut dipergunakan oleh Edhy dan istrinya untuk belanja barang mewah di Honolulu, AS, pada 21 sampai dengan 23 November 2020 ketika melakukan kunjungan kerja bersama staf KKP lainnya.

Baca Juga: Masih Wacana, Wisatawan yang Berlibur ke Jabar Wajib Sertakan Bukti Rapid Test

Adapun kegiatan belanja tersebut diduga menghabiskan sekitar Rp750 juta untuk pembelian barang di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Untuk diketahui, sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Sebagai informasi tambahan, empat tersangka lainnya, yakni Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF).

Baca Juga: Kirim Pesan pada Penguasa Jakarta, Cak Nun: Alhamdulillah Dijawab

Lalu, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

"Masing-masing tersangka ditahan di rutan cabang KPK pada Rutan Gedung Merah Putih KPK. Perpanjangan penahanan dilakukan karena penyidik KPK masih memerlukan waktu untuk melengkapi berkas perkara para tersangka tersebut," ucap Ali. ***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x