RUU Larangan Minuman Beralkohol Hendak Disahkan, Wakil Ketua MPR: Mayoritas Non Muslim Setuju

13 November 2020, 10:54 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. /Instagram/@hnwahid/

PR TASIKMALAYA – Hidayat Nur Wahid selaku Ketua MPR RI mengatakan, semua fraksi di DPRD Papua yang mayoritas non Muslim sudah menyetujui RUU Minuman Beralkohol.

Keterangannya tersebut, disampaikan oleh Hidayat Nur Wahid dalam cuitan akun Twitter pribadinya @hnurwahid pada Jumat 13 November 2020.

“Semua fraksi di DPRD Papua, yang mayoritas non Muslim, sudah setuju Perda No: 15 thn 2013 olh Gub Papua, Lukas E, tentang larangan Minuman beralkohol. Wajarnya semua fraksi di DPRRI tak kalah peduli dengan Papua, unt setujui RUU Larangan Minuman beralkohol itu,” tulisnya 13 November 2020.

Baca Juga: Klaim Serangan Bom pada Peringatan PD I di Jeddah, ISIS Akui Berhasil Sembunyikan Bom Rakitan

Sebelumnya, anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa'aduddin Djamal dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di Senayan, Jakarta menjelaskan RUU Larangan Minuman Beralkohol bertujuan untuk melindungi masyarakat.

“RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol tujuannya untuk lindungi masyarakat dari dampak negatif menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari peminum minuman beralkohol, menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol, dan menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat para peminum,” ujarnya.

Ruu Minuman beralkohol lahir berdasarkan usulan dari Fraksi PPP, Fraksi PKS, dan Fraksi Gerindra.

Baca Juga: Dituding Tunda Penyaluran Subsidi Gaji Termin II, Menaker Ida Fauziyah Buka Suara

“RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol merupakan RUU usulan dari Anggota DPR RI Fraksi PPP, Fraksi PKS, dan Fraksi Gerindra,” jelas Illiza dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dalam Antara.

Selanjutnya, Illiza memaparkan empat perspektif yang melandasi urgensi pembahasan RUU yang masuk dalam daftar 37 RUU Program Legislasi nasional 2020.

Perspektif pertama, perspektif filosofis. Bahwa larangan minuman beralkohol diperlukan untuk mewujudkan nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Kedua perspektif sosial. Banyaknya orang yang meninggal karena minuman beralkohol, timbulnya kejahatan dan kekerasan di masyarakat, membuat RUU larangan Minuman Beralkohol menjadi kebutuhan mendesak untuk menciptakan kestabilan sosial.

Baca Juga: Buntut Ucapan Kontroversi, Nikita Mirzani Dapat Ultimatum 1x24 Jam dari Habib Alwi

Ketiga perspektif yuridis formal, khususnya hukum pidana. RUU Larangan Minuman Beralkohol sudah sangat urgen untuk diterapkan. Hal tersebut sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah tidak memadai, sehingga dibutuhkan untuk dibentuknya UU baru.

Keempat perspektif pembangunan hukum dalam mewujudkan tujuan negara, tujuan hukum, dan tujuan hukum pidana.

Namun Ibnu Multazam selaku Wakil Ketua Baleg DPR RI mengatakan, hendaknya pengusul RUU dapat memberikan penjelasan terkait dengan substansi dan menjurus pada hal-hal pokok yang menjadi urgensi dasar atas pentingnya RUU tersebut.

Baca Juga: Soal Rencana Reuni PA 212, DPRD Jakarta: Bisa Digelar Tahun Berikutnya Kalau Covid-19 Terkendali

“Lah ini berarti pabrik-pabrik minuman beralkohol juga harus dihentikan produksinya. Dilarang memproduksi, menyimpan, mengedarkan, mengonsumsi minuman beralkohol,” pungkasnya.***

 

Editor: Tita Salsabila

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler