Pemerintah Indonesia Panggil Dubes Prancis, Jubir Kemenlu: Jangan Hubungkan Islam dengan Aksi Teror

29 Oktober 2020, 07:21 WIB
Dubes Prancis untuk Indonesia Olivier Chambard.* /Twitter @ChambardOlivier

PR TASIKMALAYA – Menanggapi pernyataan kontroversial Emmanuel Macron pada awal bulan Oktober, Pemerintah Indonesia mendesak agar Pemerintah Prancis tidak menghubungkan Islam dan aksi terorisme atau ekstremisme.

Diketahui, Pemerintah Indonesia telah memanggil Duta Besar Prancis Olivier Chambard untuk dimintai penjelasan mengenai pernyataan Presiden Macron.

Selain itu, Indonesia juga menyampaikan kecaman terhadap Pemerintah Perancis atas tanggapan terhadap isi pidato tersebut.

Baca Juga: Jon Jones Tak Terima Khabib Nurmagomedov Dianugerahi Petarung Terbaik UFC

“Pemanggilan Dubes, dan penyampaian secara langsung kecaman Indonesia merupakan penegasan posisi Indonesia untuk diketahui pihak Prancis,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Teuku Faizasyah.

Faizasyah menyampaikan, Pemerintah Indonesia keberatan atas pernyataan Presiden Macron yang mengindikasikan adanya hubungan agama dan tindakan terorisme.

“Tindakan yang mengaitkan agama apapun, dalam hal ini adalah Agama Islam dengan tindakan terorisme, tidaklah bisa dibenarkan dan sungguh menyakitkan bagi pemeluk agama tersebut,” jelas Faizasyah.

Baca Juga: Buntut Karikatur Erdogan di Majalah Charlie Hebdo, Turki Bakal Tempuh Jalur Hukum

Bukan hanya Indonesia, negara mayoritas Muslim lainnya seperti Turki, Arab Saudi, Iran, Bangladesh, Palestina, dan Pakistan juga memberikan kecaman terhadap Prancis atas pernyataan Macron.

Sebelumnya, Presiden Macron menyampaikan pidato di hadapan anggota dewan, kepala daerah, dan perwakilan kelompok masyarakat sipil pada tanggal 2 Oktober 2020

Pidato tersebut berisi pentingnya untuk mempertahankan nilai-nilai mendasar di Prancis, dan dia juga menyampaikan beberapa pernyataan terkait Islam dan radikalisme.

Baca Juga: 15 Juta Dosis Bulk Bakal Diterima, Bio Farma Siap Olah Vaksin Sinovac

Beberapa pekan setelah pidato itu disampaikan, dan setelah kematian Samuel Patty seorang guru di Prancis, Presiden Macron kembali menegaskan pemerintah dan rakyat Prancis akan tetap mempertahankan nilai-nilai kebebasan yang menjadi dasar terbentuknya republic.

Melalui pidatonya, Macron menyebut akan ancaman masyarakat Prancis adalah “Islam separatis’.

Isilah tersebut, menurut keterangan Macron merujuk kepada kelompok penganut Islam ekstremis/fanatik yang melenceng dari nilai-nilai republik.

Baca Juga: Pesan Mantan Napi Teroris di Hari Sumpah Pemuda: Jangan Mudah Terhasut

“Dalam konteks Islam radikal-karena ini yang jadi topic pembahasan dan mari kita bicara dan menyebut masalah ini-kehendak yang secara sistematis ingin melanggar aturan hukum republic, dan membentuk aturan sendiri,... dan ini secara perlahan mengarah ke penolakan terhadap kebebasan berekspresi, kebebasan hati nurani, dan hak untuk menistakan (agama), dan diri kita pada akhirnya diam-diam berubah jadi seseorang yang radikal,” jelas Macron dalam pidatonya.

Macron menambahkan, otoritas keamanan di Prancis telah melakukan pengawasan kepada hampir 170 orang yang dicurigai akan terlibat dalam aksi teror.

“Kami tahu 70 orang dari kelompok itu telah pergi ke Suriah,” tegas Macron.

Baca Juga: Pesan Mantan Napi Teroris di Hari Sumpah Pemuda: Jangan Mudah Terhasut

Menanggapi hal tersebut, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyampaikan pernyataan tertulis kepada Pemerintah Prancis.

OKI menyesalkan pernyataan tersebut, karena OKI menilai pernyataan tersebut dapat memecah belah persatuan Prancis dengan umat Islam di dunia.

OKI mengimbau, seharusnya seluruh pihak bersama-sama dapat melakukan peninjauan ulang atas kebijakan diskriminatif terhadap umat Islam.

Baca Juga: Polemik Pembangunan Wisata Komodo, Bamsoet Minta Pemerintah Dengarkan Kritik Rakyat

Selain itu, menghindari aksi-aksi provokatif yang cenderung dapat melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler