Bongkar Keburukan Anies Baswedan, PSI: Ada 10 Kemunduran Tiga Tahun Memimpin Jakarta

16 Oktober 2020, 17:34 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. /Dok. Pikiran-Rakyat


PR TASIKMALAYA - Anies Baswedan telah memimpin DKI Jakarta selama tiga tahun.

Ketua Frkasi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta, Idris Ahmad pun membeberkan mengenai kebobrokan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.

Menurutnya, sejak Anies menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, banyak kemunduran yang terjadi di dalam pemerintahan Pemprov DKI.

Baca Juga: Disinggung Soal Mobil Dinas KPK, Febri Diansyah: Saya Senyum Saja
Bahkan, ia menyebut ada 10 kemunduran semenjak Anies memimpin Ibu Kota.

“Ada 10 kemunduran tiga tahun memimpin Jakarta kondisi saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Jumat 16 Oktober 2020.

Lanjutnya, ia mengatakan jika dibandingkan apa yang telah dicapai Anies, dengan potensi yang dimiliki Pemprov DKI. Menurutnya, DKI Jakarta memiliki anggaran yang sangat besar dan mendapatkan dukungan luar biasa dari pemerintah pusat.

“Jangan sampai anggaran, tenaga, dan waktu terbuang sia-sia karena keliru memilih prioritas dan salah kelola birokrasi,” ucapnya.

Baca Juga: Resmi Tinggalkan KPK, Febri Diansya: Semoga Mereka Diberikan Kekuatan Lahir dan Batin

Sebagaimana diberitakan Wartaekonomi.co.id, berikut 10 DKI Jakarta yang dipimpin Anies Baswedan:

1. Pembahasan anggaran terlambat, bahkan terkesan ditunda-tunda

Pembahasan rancangan APBD 2021 sudah terlambat lebih dari 3 bulan, sehingga hanya tersisa 1,5 bulan untuk membahas puluhan ribu mata anggaran.

RKPD 2021 sudah selesai diinput ke sistem e-budgeting, sehingga seharusnya tidak ada alasan untuk menunda pembahasan anggaran.

Baca Juga: Rekomendasi 4 Aplikasi Reksa Dana Untuk Pemula

Dengan situasi seperti ini, dikhawatirkan pembahasan akan terburu-buru sehingga banyak pos anggaran yang tidak sempat dibedah, lalu terjadi masalah hukum atau ketidakpuasan masyarakat di kemudian hari.

2. Transparansi anggaran buruk, pada saat perencanaan maupun realisasinya

Sejak 2017, Pemprov DKI telah memulai tradisi yang baik dengan membuka rancangan anggaran hingga tingkat rincian harga komponen anggaran melalui website apbd.jakarta.go.id sejak fase RKPD, yaitu pada bulan Juni atau Juli tahun sebelumnya.

Di situ masyarakat bisa mencermati rencana anggaran tahun depan, lalu terlibat aktif memberikan saran dan masukan selama masa pembahasan anggaran.

Baca Juga: Rekomendasi 4 Aplikasi Reksa Dana Untuk Pemula

Namun, pada masa Gubernur Anies, dokumen anggaran hanya dibuka setelah Gubernur dan DPRD selesai melakukan pembahasan dan bersepakat.

Artinya, warga hanya mengetahui anggaran setelah selesai dibahas, sehingga tidak memiliki ruang untuk menyampaikan saran dan masukan.

Selain itu, sekitar 4 bulan yang lalu Pemprov DKI mematikan website dashboard.bpkd.jakarta.go.id dengan alasan sedang maintenance.

Melalui website ini warga bisa memantau realisasi anggaran tiap dinas secara real time. Karena website ini ditutup, maka kebocoran anggaran akan semakin susah terdeteksi oleh publik.

Baca Juga: Pengajuan Mobil Dinas Disetujui DPR, Dewas KPK: Tak Pernah Bahas di Internal

3. Nasib dana commitment fee Formula E Rp 560 M masih belum jelas

Pemprov DKI telah menyetorkan uang commitment fee Rp360 miliar dan Rp200 miliar kepada panitia Formula E. Sementara, penyelenggaraan Formula E tahun 2020 dibatalkan, sedangkan untuk 2021 serba tidak pasti.

Namun demikian, belum terlihat kesungguhan niat dari Gubernur Anies untuk mengembalikan uang Rp560 miliar tersebut. Tindakan itu kontras dengan pemotongan tunjangan PNS tahun 2020 sebesar 50 persen karena defisit anggaran.

Perlu dipahami bahwa dibutuhkan anggaran yang cukup besar untuk menangani pandemi Covid-19. Mulai dari pelaksanaan tes swab, penyediaan tempat isolasi, pelayanan rumah sakit, hingga bantuan sosial bagi warga. Di tengah kondisi perekonomian sedang sulit akibat pandemi Covid-19, PSI menyayangkan Gubernur Anies tidak memiliki sense of urgency dan kemauan untuk mengelola anggaran secara cermat dan hemat.

4. Prioritas anggaran tidak jelas.

Di APBD 2020, contoh buruknya prioritas anggaran di Pemprov DKI bisa dilihat pada besarnya anggaran event yang mencapai Rp 1,5 triliun (termasuk Formula E Rp 1,2 triliun). Bahkan, demi Formula E, Gubernur Anies memotong anggaran pembangunan sekolah dan gelanggang olahraga masing-masing sebesar Rp 455,4 miliar dan Rp 320,5 miliar.

Baca Juga: Fun Fact Billie Eilish, Memiliki Sindrom Tourette Hingga Cinta Pertamanya Justin Bieber

Di sisi lain, anggaran sangat minim untuk normalisasi dan tanggul pantai guna mengatasi banjir, pembangunan Light Rail Transit (LRT), dan infrastruktur air bersih. Bahkan, belakangan anggaran pembangunan LRT dan air bersih dihapus akibat defisit APBD.

Selain itu, di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menggunakan pinjaman dari Kementerian Keuangan, tidak ada pula kegiatan pembangunan normalisasi sungai, tanggul pantai, LRT, dan air bersih. Padahal kegiatan-kegiatan ini sangat dibutuhkan warga Jakarta.

5. Normalisasi sungai mandek selama 3 tahun.

Program normalisasi sungai direncanakan sepanjang 33 kilometer (km). Hingga 2017, sudah dilakukan normalisasi sungai sepanjang 16 km.

Akan tetapi, dari 2018 hingga 2020 tidak ada kegiatan normalisasi sungai. Pada tahun 2020 telah dilakukan pembebasan lahan saluran air 8,2 km.

Baca Juga: Petinggi KAMI Ditangkap, Jimly Asshiddiqie: Ditahan Saja Tak Pantas Apalagi Diborgol

Namun demikian, tidak jelas apakah pada 2021 telah dialokasikan anggaran normalisasi sungai pada lahan 8,2 km tersebut.

6. Realisasi naturalisasi sungai 0 persen

Pada saat kampanye Pilkada, Gubernur Anies menelurkan gagasan naturalisasi sungai yang dianggap sebagai solusi ideal untuk menyelesaikan masalah banjir.

Di berbagai kesempatan, misalnya yang terbaru saat rapat pembahasan penanganan banjir bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang pada 7 Juli 2020, Gubernur Anies menjelaskan bahwa naturalisasi berarti mengganti dinding sungai dari beton menjadi kawasan hijau untuk melindungi ekosistem.

Di sisi lain, di akun instagram pada 26 September 2020, Gubernur Anies memamerkan hasil naturalisasi sungai di Kanal Banjir Barat (KBB) segmen Sudirman-Karet.

Namun, proyek ini berbeda dengan konsep yang dipaparkan oleh Gubernur Anies. Pasalnya, proyek di KBB tersebut berupa perkerasan beton untuk tempat nongkrong dan spot selfie. Sama sekali tidak ditemukan aspek pencegahan banjir dan perlindungan ekosistem di situ.

Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa progres naturalisasi sungai masih 0 persen. PSI berharap agar Gubernur Anies untuk bersikap jujur dalam menyampaikan informasi kepada publik.

Baca Juga: 11 Lagu K-Pop Mengenai Kesehatan Mental, Salah Satunya Stray Kids ‘Mirror’

7. Realisasi program DP 0 Rupiah hanya 0,26 persen

Saat awal menjabat, Gubernur Anies menargetkan penyediaan 300.000 rumah selama 5 tahun, atau 60.000 rumah per tahun.

Namun, 3 tahun berselang hanya tersedia 780 rumah atau hanya 0,26% dari target.

Dari angka tersebut, jumlah yang dihuni hanya 278 unit. PSI mempertanyakan apakah Gubernur Anies benar-benar memiliki kemauan untuk menjalankan program DP 0 Rupiah.

8. Pembangunan Light Rail Transit (LRT) fase 2 masih 0 persen

Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), pembangunan LRT direncanakan sekitar 110 kilometer yang terbagi dalam 7 rute.

Baca Juga: Lirik Lagu Love Story Taylor Swift Dilengkapi Terjemahan Bahasa Indonesia, Awas Baper!

Selain RPJMD, proyek ini juga tercantum di dalam Peraturan Presiden (Perpres) no. 55 tahun 2018 tentang rencana induk transportasi Jabodetabek tahun 2018-2029 dan Perpres no. 56 tahun 2018 tentang Proyek Strategis Nasional (PSN).

Pembangunan LRT fase 1 yang dimulai 22 Juni 2016 hingga awal 2019 telah merampungkan rute perintis Kelapa Gading-Velodrome 5,8 kilometer dan bangunan depo yang mampu menampung kereta untuk seluruh rute LRT.

Di masa Gubernur Anies, pembangunan LRT fase 2 tidak kunjung dimulai. Padahal, bisa dilihat bahwa proyek ini memiliki dasar hukum yang kuat dan sangat dibutuhkan untuk mengatasi kemacetan, sehingga tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda.

9. Mandeknya penyusunan perda-perda tata ruang, termasuk yang mengatur pulau-pulau reklamasi

Daftar perda tata ruang yang harus dibahas adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Selama 3 tahun, Gubernur Anies tidak menyerahkan rancangan perda-perda tersebut.

Baca Juga: NCT 127, Stray Kids, hingga Kang Daniel Mengisi Line-up Musisi Pertama Asia Artist Awards 2020

Akibat dari mandeknya pembahasan perda-perda ini adalah mengganggu pengembangan Jakarta dan akan berdampak pada perizinan.

Salah satu akibat dari mandeknya penyusunan peraturan daerah (perda) ini adalah pada Juni 2019 Gubernur Anies menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk 1.000 lebih bangunan di Pulau C dan D hanya memakai Peraturan Gubernur (Pergub) no. 206 tahun 2016, padahal seharusnya izin tersebut diperkuat dengan perda tata ruang yang semestinya sudah selesai dibahas.

Sebelumnya, Gubernur Anies menarik rancangan perda yang mengatur kontribusi tambahan 15 persen dari pembangunan di pulau-pulau reklamasi.

Akibatnya, Pemprov DKI kehilangan potensi pendapatan puluhan triliun rupiah yang bisa dipakai untuk membangun rusun bagi nelayan dan buruh. Sayangnya, pada saat menarik kontribusi tambahan 15% tersebut, Gubernur Anies tidak mengusulkan bentuk kontribusi tambahan lain sebagai alternatif pengganti.

10. Kontrak Aetra dan Palyja berakhir pada 2023, namun belum ada persiapan untuk mengambil alih pengelolaan air bersih

Baca Juga: Hari ini, Kimetsu no Yaiba: Mugen Train Resmi Tayang di Jepang

Pada tanggal 10 April 2017 keluar putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 31K/Pdt/2017 yang memerintahkan pengembalian pengelolaan air bersih dari pihak swasta (Aetra dan Palyja) kepada pemerintah (Pemprov DKI Jakarta).

Salah satu persiapan yang paling penting adalah inventarisasi aset yang dikuasai pihak swasta yang bertujuan untuk mencegah hilangnya aset milik Pemprov DKI.

Sayangnya, baik Pemprov DKI maupun PAM Jaya belum melakukan inventarisasi aset, padahal waktu semakin dekat. PSI mendesak agar Gubernur Anies segera melakukan inventarisasi aset air bersih di Jakarta.

“Berdasarkan evaluasi ini, PSI berharap agar Gubernur Anies memperbaiki kinerja dan transparansi anggaran, baik kepada DPRD maupun warga Jakarta,” tukasnya.

Editor: Tita Salsabila

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler