PR TASIKMALAYA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana angkat bicara terkait kerugian negara akibat korupsi.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, kerugian negara akibat korupsi di tahun 2020 mencapai 56 triliun.
Kerugian negara tahun 2020 itu, menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, menjadi yang terbesar dibandingkan lima tahun sebelumnya.
Hal ini disampaikan oleh Kurnia Ramadhana di acara YouTube Akbar Faisal Uncensored pada Selasa 30 Maret 2021.
“Kita memang selalu rutin melakukan ini sejak tahun 2005 kita turut memantau persidangan korupsi di seluruh Indonesia,” tuturnya dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari YouTube Akbar Faisal Uncensored.
Kurnia Ramadhana mengungkapkan, pada dasarnya ingin melihat dua hal terkait kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.
Pertama menurutnya, ingin melihat dari sisi penegak hukumnya yaitu kejaksaan dan KPK, dari mulai bagaimana pola dakwaanya, bagaimana pola tuntutannya.
Ia menambahkan, yang paling penting adalah bagaimana melihat adanya keberpihakan dari Lembaga kekuasaan kehakiman tatkala menyidangkan perkara kejahatan luar biasa seperti korupsi.
“Yang kita temukan hari ini ternyata rata rata penjara yang dikenakan pada koruptor ini hanya 3 tahun 1 bulan,” tambahnya.
Baca Juga: Akhmad Sahal: Pelaku Bom Bunuh Diri, Tipe yang Gampang Menghakimi Kafir, Syirik, Bid'ah
Lebih lanjut, bicara soal restorative justice, menurut Kurnia Ramadhan, pemulihan keuangan negara ternyata masih jauh dan kerugian negara akibat praktik korupsi sepanjang tahun 2020 meningkat jika dibandingkan dengan lima tahun terakhir.
“Pemulihan keungan negara ternyat masih jauh kerugian negara akibat praktik korupsi sepanjang tahun 2020 mencapai 56 triliun,” ucapnya.
Kurnia Ramadhana menyampaikan, ada dua pesan di sini pertama, situasi pandemi tidak menghentikan langkah koruptor melakukan kejahatan.
Baca Juga: Soroti Kebakaran Kilang Minyak di Indramayu, Said Didu: Pertamina Menangis, Mafia Minyak Tertawa
Kedua, pemulihan dengan uang pengganti pidana tambahan ternyata hanya 10 persen lebih saja atau hanya 8 sampai 9 triliun.
Menurut Kurnia Ramadhana, hal di atas pun masih hanya sekadar tertulis dalam putusan hakim.***