1 dari 3 Perempuan di Indonesia Pernah Mengalami Kekerasan Seksual, NasDem Desak RUU PKS Disahkan

18 Maret 2021, 11:20 WIB
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya. /ANTARA/Fathur Rochman/aa./

PR TASIKMALAYA – Partai NasDem mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Mendesaknya disahkan RUU PKS, mengingat adanya laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), bahwa angka kekerasan terhadap perempuan naik secara signifikan.

Berdasarkan laporan Komnas HAM tersebut, satu dari tiga perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual.

Baca Juga: Heran dengan Pernyataan Mahfud MD, Said Didu: Justru Konstitusi sebagai Penguasa Melindungi Rakyat

Seperti yang dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari akun Twitter @NasDem pada Kamis, 18 Maret 2021, saat ini Indonesia belum memiliki peraturan perundangan yang bisa menjangkau tindak kekerasan seksual ini.

NasDem lebih lanjut mengimbau agar masyarakat Indonesia dapat mendukung RUU PKS agar segera dibahas dan disahkan.

Sebelumnya, Willy Aditya selaku Wakil Ketua Badan Legislasi DPR berpendapat, RUU PKS sangat mendesak untuk segera disahkan, dengan alasan semakin meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan.

Baca Juga: Mbappe Bawa PSG Lolos ke Perempat Final Setelah Kalahkan Lille Dengan Skor Fantastis

“Saya mencermati dari hasil dialog yang berkembang di Baleg, kenapa RUU ini mendesak? Karena secara statistic berdasarkan laporan Komnas HAM, angka kekerasan terhadap perempuan naik secara signifikan,” ujarnya seperti yang dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari ANTARA pada Kamis, 18 Maret 2021.

Willy Aditya kemudian memaparkan tiga poin penting agar penerapan RUU PKS tidak menjadi perdebatan di masyarakat.

Pertama, melakukan pendekatan korban serta menggunakan prinsip keadilan restorative sebagai bentuk pemulihan hak-hak korban.

Baca Juga: Chelsea Jadi Wakil Inggris Terakhir yang Lolos ke-8 Besar Liga Champions Eropa

Kedua, upaya penegakan RUU PKS perlu menggunakan sudut pandang penegakan hukum yang berdasarkan sudut pandang penegak hukum.

Terakhir, menerapkan edukasi pada masyarakat yang masih berada dalam kultur feodalistik.

“Dianggap masih tabu, masih saru, jadi ini yang perlu kita diskusikan,” ujarnya.

Baca Juga: M Qodari Ungkap Kisruh Pelantikan Jokowi-JK 2014 Lalu, Ternyata Ada Nama Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto

Willy Aditya menambahkan, dalam membahas RUU PKS, harus benar-benar hati-hati dan teliti, serta mendengarkan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat.

Upaya tersebut dilakukan agar tidak terjadi benturan antara sudut pandang barat-timur, tradisi libertarian dengan ketimuran.***

 

Editor: Tita Salsabila

Sumber: ANTARA NasDem

Tags

Terkini

Terpopuler