Fenomena War Takjil Jelang Berbuka Puasa jadi Momentum Pemersatu Bangsa

- 19 Maret 2024, 21:15 WIB
Ilustrasi takjil. Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa Ramadhan 2023 Cilacap, Banyumas, Purbalingga. *
Ilustrasi takjil. Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa Ramadhan 2023 Cilacap, Banyumas, Purbalingga. * /Unsplash masjid MABA /

PR TASIKMALAYA - Istilah War Takjil atau berburu makanan untuk berbuka puasa saat Ramadhan belakangan ini ramai terdengar di berbagai sosial media.

Warganet bahkan ramai menyebut War Takjil di bulan Ramadhan menjadi momen yang mempersatukan bangsa Indonesia.

Fenomena War Takjil ini menunjukkan bahwa kegiatan jajan makanan atau takjil menjadi salah satu tradisi masyarakat Indonesia.

Hal itu mencerminkan tingginya minat dalam hal makanan dan daya beli yang masih terfokus pada sektor kuliner.

Baca Juga: Penderita Diabetes Wajib Tahu! Ada 4 Jenis Takjil yang Tidak Boleh Dikonsumsi

Data dari Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa belanja masyarakat di supermarket dan restoran meningkat hingga mencapai 40 persen pada periode jelang Ramadhan yaitu Januari hingga Februari 2024.

Ini menandai peningkatan signifikan dibandingkan dengan periode sebelumnya di Januari 2023 yang hanya sekitar 30 persen.

Melansir laman ANTARA, menurut Andry yang merupakan seorang analis ekonomi, meningkatnya konsumsi masyarakat terutama terkait dengan komoditas pangan seperti beras yang mengalami kenaikan harga. Bantuan sosial dari pemerintah juga turut membantu dalam meningkatkan daya beli masyarakat.

Hal ini tercermin bahwa tren ekonomi masyarakat cenderung stabil dan tidak mengalami penurunan.

Peningkatan konsumsi ini cenderung terkonsentrasi pada komoditas pangan, sedangkan sektor lainnya, seperti kebutuhan sekunder dan tersier seperti pakaian dan kesehatan dapat mengalami penurunan daya beli.

Baca Juga: Penjelasan Ahli Gizi soal Anjuran Berbuka Puasa dengan Takjil

Jika tergerusnya daya beli kelas menengah lebih rendah, dapat berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan, dengan terbatasnya konsumsi pada sektor-sektor tertentu, terutama yang bukan termasuk dalam kebutuhan pokok seperti pakaian dan asuransi, dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata di berbagai sektor.

Oleh karena itu penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk memperhatikan dan mengatasi ketidakseimbangan ini. Sehingga pertumbuhan ekonomi kerakyatan dapat tumbuh berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.***

Editor: Thytha Surya Swastika

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah