Baca Juga: Agenda Tutup Buku 2019, 300 Anggota Primer Koperasi Kartika Tasikmalaya Adakan RAT
Peran gubernur di Jabar, tuturnya, tidak secara langsung mengambil keputusan di tingkat kabupaten/kota karena otoritas ada bupati/wali kota yang dipilih langsung oleh rakyat.
"Jadi yang diharapkan, pertama BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Jabar harus lebih responsif dan melaporkan ke publik reponsivitasnya," ujar Kang Emil.
Ia juga menyebut tentang perbedaan pembangunan di Jabar dan DKI Jakarta.
"Kedua, pembangunan Jabar berbeda dengan Jakarta. Ada hierarki bupati/wali kota, jadi yang bertanggung jawab adalah kepala daerahnya," ujarnya.
Terlepas dari otonomi daerah yang diatur Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 itu, Pemprov Jabar melalui BPBD, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan, tetap cepat dan tanggap memberikan bantuan logistik mulai dari tenda, kasur, mi instan, hingga obat-obatan setelah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota serta BPBD setempat.
Baca Juga: Beri Informasi Palsu soal Rute Perjalanan, Pengidap Virus Corona Terancam 6 Bulan Penjara
"Jadi sebenarnya kami sudah melakukan semuanya sesuai prosedur dalam pengambilan keputusan. Saya amati per hari ini, seringkali Gubernur Jabar itu disamakan teknisnya, seperti wali kota/bupati, padahal tupoksi (penanggulangan bencana, red.) ada di level kota/kabupaten," tutur Kang Emil.
Harapan dari Kang Emil, penanganan sebagaimana bencana alam lebih baik pada masa mendatang agar tidak ada hal yang terjadi seperti saat itu, yakni harus membatalkan kunjungan kerja.
Hal tersebut akan menimbulkan preseden kurang positif kepada negara-negara yang sudah menyiapkan dan mengagendakan proses yang cukup panjang.