Riset Urban Policy Ungkap Tiga Faktor Rawan Politik Uang di Pilkada Depok 2020

- 8 Desember 2020, 08:17 WIB
ILUSTRASI politik uang.
ILUSTRASI politik uang. /DOK. PIKIRAN RAKYAT/

PR TASIKMALAYA – Lembaga survei Urban Policy melakukan riset terkait potensi pelanggaran dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 pada 9 Desember.

Berdasarkan riset, Urban Policy mengungkap bahwa ancaman, kerawanan politik uang, dan kampanye negatif Pilkada Serentak 2020 di Depok masih cenderung tinggi.

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Antara, Direktur Eksekutif Urban Policy, Nurfahmi Islami Kaffah mengatakan, ada tiga faktor yang membuka kemungkinan diterimanya politik uang.

Baca Juga: Jelang Pengamanan Pilkada Kabupaten Tasikmalaya, Personel TNI-Polri Jalani Rapid Test

Pertama ialah faktor kesenjangan informasi dan pengenalan pasangan calon, baik oleh penyelenggara maupun peserta Pilkada.

Kedua adalah faktor kondisi ekonomi atas dampak Covid-19 dan pragmatisme pemilih, sehingga menjadi celah bagi oknum tim kandidat untuk memanfaatkan situasi tersebut.

Ketiga adalah faktor lemahnya pengawasan dan pemantauan pemilu sehingga politik uang masih bisa terjadi di Kota Depok.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Tasikmalaya Hari Ini, 8 Desember 2020: Hujan Ringan di Sore Hari

Hal tersebut diketahui melalui riset yang dilakukan pada tanggal 23-27 November 2020 menggunakan metode multistage proporsional random sampling dengan melibatkan 800 responden dari 11 Kecamatan di kota Depok dan margin error sebesar 3,5.

Riset ini bertujuan untuk mengetahui respons warga terhadap kampanye negatif dan politik uang.

Hasilnya sebanyak 26,5 persen responden warga Depok mengaku bisa menerima dan akan terpengaruh oleh politik uang, 17,38 persen Responden memilih tidak Menjawab.

Baca Juga: Diserang Teror Robocall, Fadli Zon 'Colek' Mahfud MD: Masih Digunakan?

Di samping itu 41,4 persen responden memilih akan percaya terhadap kampanye negatif, 15,6 persen memilih akan mencari tahu dan 42,1 persen responden memilih tidak percaya, sisanya memilih tidak menjawab.

Bahkan dari 26,5 persen responden yang mengaku terpengaruh politik uang, 46.5 persen memilih akan menerima jika diatas Rp500 ribu, 17,5persen responden menyatakan akan menerima diantara Rp200 ribu – Rp500 ribu.

9 persen Responden akan menerima jika diberikan antara Rp50 ribu–Rp100 ribu dan 26,8 persen nya akan bisa menerima di bawah Rp50 ribu.

Baca Juga: Beri Perlindungan Saksi dan Korban Bentrok Polisi-FPI, LPSK: Khawatir Ada Ancaman

Berdasarkan catatan Urban Policy, dari 11 Kecamatan di Kota Depok keseluruhannya memiliki kerawanan terhadap politik uang dan kampanye negatif kisaran 16,9 persen sampai 37,5persen.

"Berdasarkan hasil penelitian kami, Kecamatan Cimanggis (37,5persen) menempati posisi paling rawan, disusul oleh Kecamatan Sawangan (35,4persen) di peringkat kedua dan Kecamatan Bojongsari (35,3persen) di urutan ketiga,” kata Nurfahmi.

“Sedangkan untuk peringkat kerawanan terendah adalah Kecamatan Cilodong hanya 16,9 persen, namun secara umum semua kecamatan rawan politik uang dan kampanye negatif," tambahnya.

Baca Juga: Tanggapi Kasus Bentrok Polisi-FPI, Husin Shihab: Tak Tutup Kemungkinan HRS Punya 'Laskar Khusus'

Dalam beberapa aspek, penyelenggaraan Pilkada oleh KPU Kota Depok layak untuk di apresiasi.

Berdasarkan penelitian ini, Urban Policy merekomendasikan kepada penyelenggara pemilu baik KPU, Bawaslu, maupun bekerjasama dengan penegak hukum untuk meningkatkan aspek pengawasan dan penindakan terhadap politik uang pada Pilkada Depok.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah