PIKIRAN RAKYAT - Bagi Zhong Xiaofeng, setiap menit dan detik sangatlah penting bagi dirinya, karena ia harus berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.
Sebagai kepala perawat dari unit perawatan intensif Rumah Sakit Paru Wuhan, kelompok pertama rumah sakit yang ditunjuk untuk menerima pasien yang terinfeksi virus corona, Zhong bersama rekan-rekannya, telah mengabdikan dirinya untuk melawan penyakit ini selama lebih dari 60 hari.
Bekerja siang dan malam, Zhong mengatakan dirinya terus berupaya mengerahkan seluruh energi dalam dirinya melawan berbagai risiko dan rasa takut.
Baca Juga: Dua warga Kota Tasikmalaya PDP Covid-19, Jumlah ODP Meningkat Dua Kali Lipat dalam Sehari
"Saya tidak terlalu memikirkan risiko kesehatan, atau bahkan punya waktu untuk merasa takut, karena menyelamatkan pasien selalu menjadi tanggung jawab dan misi saya," katanya dilansir China Daily saat konferensi pers yang diselenggarakan oleh Kantor Informasi Dewan Negara di Wuhan.
"Apa yang harus saya lakukan adalah membimbing tim saya untuk menyediakan layanan keperawatan yang lebih baik kepada orang yang terinfeksi, menggunakan pengetahuan medis dan keterampilan keperawatan profesional untuk melindungi mereka," katanya menambahkan.
Di ICU, tempat yang menghadapi hidup dan mati, beban kerja dan risiko kerjanya lebih besar daripada bangsal lain.
Baca Juga: Tak Hanya Bima Arya, Satu Pejabat Pemkot Bogor yang Masuk Rombongan Dinyatakan Positif Covid-19
Bekerja di ICU juga memerlukan persyaratan yang lebih tinggi bagi perawat dalam hal teknis dan kerja sama, demikian dituturkan Zhong.
"Perawat tidak boleh lalai dalam menyelamatkan dan merawat pasien, karena setiap langkah kerja kita berhubungan dengan hidup dan mati orang yang terinfeksi," katanya.
Zhong dan anggota timnya sering melihat pasien yang mengalami sesak dada, kesulitan bernapas, atau menjadi lebih buruk atau melemah.
Ini juga merupakan skenario umum bahwa perawat harus segera bergegas menangani pasien dengan menekan jantung mereka, membantu mereka menggunakan masker oksigen atau memakai ventilator.
"Saat-saat hidup dan mati seperti itu normal di bangsal untuk orang yang terinfeksi dengan gejala yang berat," jelasnya.
Selain bantuan medis, perawat juga bertanggung jawab untuk merawat semua pasien di bangsal karantina.
Misalnya, dalam hal membantu orang pasien yang terinfeksi untuk makan, minum, membersihkan tubuh dan pergi ke toilet setiap hari.
Selain itu, mereka perlu membersihkan bangsal dan memindahkan tangki oksigen.
Terlepas dari risiko terinfeksi dan kelelahan yang disebabkan oleh beban kerja yang berat, Zhong tidak pernah mendapatkan seorang pun di timnya yang mengeluh.
Baca Juga: Positif Terpapar Corona, Bima Arya Jelaskan Kondisinya via Video Instagram
"Kami sangat termotivasi juga oleh para pasien," kata Zhong.
Suatu hari, Zhong pernah menemui seorang perawat muda menangis seraya berjalan keluar dari bangsal.
"Saya pikir dia terlalu lelah atau merasa tidak nyaman, tapi dia memberitahuku dia menangis karena seorang pasien yang dia rawat akhirnya sadar. Dia mengatakan usahanya tidak sia-sia," kenang Zhong.
Baca Juga: Krisis Virus Corona, Perdana Menteri Scott Morrison Tutup Australia untuk Warga Asing non-Penduduk
"Banyak pasien yang hampir pingsan ketika mereka dikirim ke ICU, apalagi berkomunikasi dengan kami. Jadi reaksi mereka, seperti mata atau postur sederhana, akan memberi kita banyak pencapaian," katanya.
Zhong mengatakan bahwa ia akan bertarung dengan rekan-rekannya sampai menit terakhir pertempuran, mencatat harapannya adalah untuk melihat semua orang aman dan sehat pada akhirnya.
"Dan kuharap aku bisa memeluk anggota keluargaku dan mencium putriku setelah kami memenangkan pertempuran ini," katanya mengakhiri.***