Aksi Demonstrasi Terus Berlanjut, Analis: Transisi Sudan Perlu Diatur Ulang

7 Januari 2022, 11:35 WIB
Seorang analis memberikan tanggapannya terkait aksi demonstrasi yang terus berlanjut di Sudan yang selalu bergejolak. //Reuters

PR TASIKMALAYA - Aksi demonstrasi yang dilakukan pengunjuk rasa di Sudan masih terus berlanjut sejak kudeta militer dilakukan pada Oktober lalu.

Setelah militer menempati kembali kekuasaan, mereka harus menghadapi kemarahan penduduk di Sudan yang melakukan aksi demonstrasi menolak pemerintahan militer.

Para pengunjuk rasa melakukan aksi demonstrasi di Ibu Kota Sudan, Khartoum dan kota-kota lainnya.

Seorang analis asal inggris memberikan tanggapan terkait konflik kekuasaan yang terjadi di Sudan ini.

Baca Juga: Walikota Bekasi Terima Suap 'Sumbangan Masjid' Rp7,1 Miliar, Resmi Jadi Tersangka

Setelah pemerintahannya dibubarkan dalam kudeta pada bulan Oktober lalu, Abdalla Hamdok kembali mengupayakan untuk menyelamatkan pembagian kekuasaan transisi antara militer dan sipil yang dilaksanakan setelah penggulingan Omar-Al Bashir 2019 silam.

Seorang mediator mengatakan upaya Hamdok menuju transisi gagal karena penarikan dukungan yang dijanjikan dari beberapa faksi politik dan ketidakmampuan menghentikan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

Dilansir Pikiranrakyat-Tasikmalaya.com dari Reuters, sebagaian besar koalisi sipil menyatakan secara terbuka bahwa mereka tidak akan bernegosiasi dengan militer.

Baca Juga: Prediksi Swindon Town vs Man City di Piala FA Sabtu 8 Januari 2022: H2H, Line Up, Skor Akhir

“Satu-satunya hal yang harus kami katakana kepada mereka adalah kembali ke barak anda,” kata seorang anggota komite perlawanan lokal di Khartoum.

Setelah kudeta dilakukan, militer mengatakan bahwa mereka menginginkan dan berkomitmen untuk menyelenggarakan pemilihan umum pada tahun 2023.

Namun, pengambilalihan yang dilakukan justru memperdalam ketidakpercayaan terhadap militer.

Baca Juga: Khawatir Dijebak Doddy Sudrajat, Haji Faisal: Kita Pelajari Dulu

Sementara itu, gerakan-gerakan protes yang dipimpin oleh komite-komite perlawanan selalu menentang terhadap peran tentara dalam politik.

Tindakan keras terhadap demonstrasi melawan kudeta hingga kini telah menewaskan sedikitnya 60 orang pengunjuk rasa.

Seorang peneliti di Chatha House Ahmed Soliman berkata bahwa mereka (Sudan) perlu mengatur ulang transisi karena kesepakatan sebelumnya tidak mungkin berhasil untuk dilakukan sekarang.

Baca Juga: Ikatan Cinta Hari Ini: Andin Curigai Irvan Tutupi Sesuatu, Dibongkar Rendy?

“Perlu ada pengaturan yang berbeda, cara politik yang berbeda kedepannya untuk memulai membangun kembali beberapa ukuran kepercayaan,” katanya.

PPB telah menawarkan untuk memfasilitasi dialog, meskipun para diplomat mengatakan masih belum jelas bagaimana pembicaraan semacam itu dapat terbentuk.

Selain itu para diplomat juga berpendapat bahwa kekuatan besar seperti Arab Saudi atau Amerika serikat mungkin perlu turun tangan untuk menyelesaikan konflik Sudan.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler