Dirty Vote Dinilai Tidak Tempuh 2 Metode Ilmiah, Mendagri Tito Karnavian: Pembentukan Opini

19 Februari 2024, 20:10 WIB
Mendagri Tito Karnavian nilai Dirty Vote tak tempuh 2 metode ilmiah sehingga terkesan hanya sebuah pembentukan opini. /Instagram/@titokarnavian

PR TASIKMALAYA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menilai Dirty Vote tidak menempuh dua metode ilmiah dalam menghasilkan suatu kesimpulan. Menurutnya, film dokumenter tersebut dianggap hanya sebatas pembentukan opini.

Hal itu disampaikan Mendagri Tito Karnavian pada kegiatan Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka Hari Pers Nasional di Jakarta Senin, 19 Februari 2024.

Tito Karnavian diketahui menerima cinderamata dari Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Hendri Ch Bangun di saat kegiatan Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka Hari Pers Nasional.

"Saya lihat ini pemberitaan dalam bentuk documentary, tapi sebetulnya saya lihat adalah pembentukan opini dengan merangkai sejumlah peristiwa," ucap Tito Karnavian seperti dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Antara.

Baca Juga: Tito Karnavian Spill Kekurangan 'Dirty Vote': Harus Tempuh Proses Tracing

Menurutnya, dua metode ilmiah tersebut adalah congruent method (metode kongruen) dan tracing method (metode pelacakan). Nama Tito Karnavian sendiri disebut dalam film dokumenter Dirty Vote saat pembahasan terkait provinsi baru di Papua.

Pihaknya menjelaskan, metode kongruen adalah suatu metode upaya melihat sesuatu dan mengambil kesimpulan karena dianggap sama dan sebangun.

Mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) itu menjelaskan, metode itu ditempuh tanpa melihat sebab dan akibat.

"Itu boleh, kalau kita ingin mengambil hipotesa. Sama dengan media, ketika membuat hipotesa boleh. Tapi kalau mau membuat tulisan yang betul-betul akurat, ya harus menempuh proses tracing," lanjutnya.

Baca Juga: Soal Film Dokumenter Dirty Vote, Airlangga Hartarto Anggap Sebagai Black Movie

Tirto Karnavian mengungkapkan, petugas kepolisian sudah terbiasa menerapkan metode-metode ini sebagai cara berpikir dalam proses investigasi jika ada peristiwa-peristiwa.

Namun, menurutnya metode kongruen tidak bisa dijadikan alasan pasti tanpa proses pelacakan. Proses pelacakan pun harus dilakukan dengan menjajaki semua sebab dan akibat jika ingin menentukan pelaku atau tersangka.

Tudingan terkait namanya yang disebut berperan dalam pemenangan pasangan calon (paslon) tertentu karena adanya pemekaran provinsi di Pulau Papua, menurutnya masih sebatas kongruen tanpa menempuh proses pelacakan.

"Tapi tiba-tiba dilompatkan bahwa pemekaran Papua itu dalam rangka untuk mempermudah paslon yang disiapkan pemerintah untuk memenuhi persyaratan 20 persen (suara) dari separuh provinsi, saya bilang itu terlalu jauh," lanjut Tirto Karnavian.
Menurut Tirto Karnavian, pemekaran provinsi di Pulau Papua dilakukan sebelum adanya koalisi partai-partai dan pasangan calon untuk pemilu.

Baca Juga: Aktor Film Dirty Vote Pernah Masuk Tim Mahfud MD, Fadli Zon Curiga: Kebetulan yang Presisi

Pemekaran provinsi di Papua juga bukan merupakan inisiatif pemerintah, melainkan dari DPR dan aspirasi masyarakat.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler