PR TASIKMALAYA - Usai diresmikannya RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang, pro dan kontra pun bermunculan hingga terjadi demo besar-besaran.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Adinda Tenriangke Muchtar menanggapi sola UU Cipta Kerja tersebut.
Adinda mengungkapkan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dapat menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel di Indonesia.
Baca Juga: Sumbang Kasus Corona Harian Tertinggi, Doni Monardo Minta Pemprov DKI Jakarta Pahami Perda
"UU ini mencoba menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel di Indonesia. Regulasi yang kaku, gemuk, dan rentan korupsi jelas akan menghambat kesempatan orang untuk bekerja," ujar Adinda dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Antara.
Ia menuturkan, kesempatan kerja akan terbuka lebih luas jika kebebasan berusaha juga dipermudah, hal ini dicoba didorong oleh Undang Undang Cipta Kerja.
Bahkan selain itu, menurutnya, UUCK diciptakan dengan mempertimbangkan hak pekerja di dalamnya, termasuk merujuk juga UU Ketenagakerjaan yang ada.
Baca Juga: Polisi Selidiki Pemilik Akun Penyebar Video Syur Mirip Jessica Iskandar
"Tentu saja, dalam hal yang tidak termaktub dalam UU ini, bukan berarti mengabaikan hak-hak pekerja dan tanggung jawab pemberi kerja," kata pengamat ekonomi tersebut.
Menurutnya, dalam kebebasan ekonomi dilakukan dengan di dasarkan pada kesepakatan para pihak dan bukan pemaksaan, apalagi kekerasan. Peran pemerintah turut hadir melalui penegak hukum yang ada.