Penggerak Demo Anarkis Diduga Pelajar, Polisi: Ancaman Maksimal 10 Tahun

- 20 Oktober 2020, 16:38 WIB
Ilustrasi demo
Ilustrasi demo /Pikiran-rakyat.com/Aris M Fitrian/

 


PR TASIKMALAYA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta kerja dan menuai pro dan kontra di berbagai kalangan.

Akan tetapi, banyak kaum buruh dan pekerja yang menolak adanya UU tersebut.

Mereka pun melakukan aksi demonstrasi penolakan Omnibus Law dan diselenggarakan di beberapa wilayah.

Aksi demo pun kembali diselenggarakan pada Selasa, 20 Oktober 2020 di sekitar Istama Jakarta.

Baca Juga: Siapkan Naskah Khutbah Salat Jumat, Kemenag: Perlu Materi yang Relevan dengan Perkembangan Zaman

Sementara itu, baru-baru ini Polda Metro Jaya telah mengamankan tiga tersangka yang diduga telah memprovokasi serta menggerakan pelajar di media sosial Facebook untuk membuat kerusuhan dalam aksi demo UU Ciptaker.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel "Polisi Amankan Pelajar Diduga Penggerak Demo Anarkis, Terancam 10 Tahun Penjara meski di Bawah Umur," hal itu disampaikan Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Argo Yuwono dalam konferensi persnya pada Selasa siang.

Argo menuturkan bahwa satu orang di antaranya masih dalam proses pengejaran.

"Kita sudah dapatkan tersangka, yaitu yang pertama adalah aktor ataupun yang membuat akun ya di Facebook ada tiga tersangka, yaitu ada MI, ada WH, dan satu lagi masih kita kejar," ucap Argo.

Kemudian, ada pula ajakan di akun Instagram dengan tersangka berinisial FN. Sehingga total tersangka yang sudah diamankan ada sebanyak tiga orang.

"Dan yang kedua adalah di akun Instagram itu ada tersangka FN. Jadi sudah ada tiga tersangka yang kita amankan, dan saat ini tidak saya tampilkan karena ini adalah anak STM atau SMK yang di bawah umur ya," jelasnya.

Lebih lanjut Argo menuturkan bahwa MI dan WH merupakan admin grup Facebook bernama 'STM se-Jabodetabek'.

Baca Juga: Sebut Satu Tahun Kepemimpinan Jokowi Dipenuhi Cobaan, Komisi IX DPR: Ujian Buat Semua Anak Bangsa

"Yang ingin saya sampaikan yang pertama adalah ada akun STM se-Jabodetabek di Facebook, adminnya adalah tersangka MI dan tersangka WH," ucap Argo.

Menurut Argo, kedua admin tersebut memiliki tugas untuk membuat postingan hingga membuat ajakan untuk turun dalam aksi demo.

"Dia ngapain admin ini, nah dia itu memposting di Facebook, mengundang temen-temen STM atau SMK se Jabodetabek untuk demo tanggal 8 sampai 13 Oktober di Istana dan DPR RI," tambahnya.

Selain itu, Argo juga mengungkapkan isi seruan untuk setiap anggota yang akan mengikuti demo.

"Kemudian seruannya tujuan demonya 'harus rusuh dan ricuh' gitu," tutur Argo.

Argo pun membacakan ajakan-ajakan yang ada di dalam grup Facebook tersebut, mulai dari imbauan membawa oli, masker, hingga raket.

"Ini ada tulisannya macem-macem, ada juga untuk tanggal 20 ini 'buat kawan-kawan, jangan lupa bawa oli supaya polisinya jatuh'. Kemudian ada ajakan ini alat-alat yang berguna untuk berjaga-jaga saat turun aksi jika chaos, dan ada suruh bawa masker, bawa kacamata renang, dan juga ada bawa odol, dan juga ada bawa raket," terangnya.

Baca Juga: Menurut Survey, Remaja di India Cenderung Tidak Nyaman Curhat Dengan Orang Tua

Menurut Argo, ajakan membawa raket bertujuan untuk menghindari gas air mata dan memukulkannya kembali.

"Kenapa bawa raket? Raket itu kalau nanti dilempar gas air mata akan dipukulkan, ini ajakan-ajakan di Facebook. Kemudian ada kantong karet, air mineral, dan sarung tangan," ujar Argo.

Anggota dari grup STM se-Jabodetabek sendiri dikatakan Argo sudah ada sekitar 21,2 ribu orang.

Atas perbuatannya, tersangka yang diketahui masih berstatus sebagai pelajar dan masih di bawah umur itu terancam hukuman 10 tahun penjara.

"Anak-anak ini kita kenakan pasal 28 ayat 2 junto pasal 45 a ayat 2, UU no 19 tahun 2016 tentang ITE, dan pasal 14 UU no 1 tahun 46 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan pasal 207 KUHP. Ini ancaman maksimal 10 tahun," jelas Argo.

Meski demikian, Argo menambahkan bahwa perlakuan dalam menangani kasus ini akan dibedakan dengan orang dewasa.

Baca Juga: Lompat dari Ambulans, Pasien Covid-19 ini Malah Berbaur Aksi Demo Tolak Omnibus Law

"Baik itu dalam pemeriksaannya, semuanya kita pakai teknis dari penyidikan bagaimana anak ini bisa menyampaikan secara jujur apa yang ditanyakan oleh penyidik, dan ruangannya pun tidak sama dengan ruangan pemeriksaan orang dewasa," lanjutnya.

Argo menyebut, sudah tersedia fasilitas yang digunakan penyidik untuk memeriksa anak yang berhadapan dengan hukum.

"Dan kemudian juga penahanannya pun akan berbeda dengan orang dewasa, ini semua kita ikuti sesuai aturan yang ada.*** (Sarah Nurul Fatia / Pikiran Rakyat)

Editor: Tita Salsabila

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah