Terbit Surat Edaran yang Larang Mahasiswa Berdemo, Fadli Zon: Demonstrasi Bukan Tindakan Kriminal

- 19 Oktober 2020, 19:28 WIB
Fadli Zon.
Fadli Zon. //Tangkapan Layar Youtube//Fadlizonofficial

PR TASIKMALAYA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon dalam akun
Twitter resminya menuliskan sebuah thread yang membahas seputar ancaman terhadap pelajar dan mahasiswa berkaitan dengan aksi demonstrasi dalam rangka menolak UU Cipta Kerja.

Dalam cuitannya yang diunggah pada 18 Oktober 2020 ia menuliskan, bahwa mereka tak seharusnya diancam. 

“Pelajar dan mahasiswa yang ikut demo tak seharusnya diancam, karena
demonstrasi bukanlah perbuatan kriminal,” ujarnya. 

Baca Juga: Untuk Bekal Usai Bebas Nanti, 106 Warga Binaan Rutan Ikuti Pelatihan Memasak

Diketahui aksi demonstrasi di berbagai daerah yang dilakukan oleh para mahasiswa dan pelajar pasca-pengesahan RUU Cipta Kerja, telah diberi stigma buruk oleh pemerintah bahkan diketahui hingga saat ini ratusan peserta demo ditetapkan menjadi tersangka.

Fadli Zon mengungkapkan bahwa demonstrasi bukanlah perbuatan kriminal atau bentuk kejahatan, melainkan hak konstitusional warga negara yangdijamin hukum dan konstitusi.

Dalam thread tersebut ia juga menyorot tentang munculnya surat edaran Dirjen Pendidikan Tinggi bernomor 1035/E/KM/2020 yamg meminta agar pimpinan perguruan tinggi mengimbau para mahasiswanya untuk tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja, serta ancaman ‘blacklist’ SKCK (Surat Keterangan Cukup Kelakuan).

Baca Juga: Seniman di Banyumas Jawa Tengah Gelar Deklarasi Aksi Damai Tolak Demo Anarkis

Ia mengungkapkan bahwa hal tersebut merupakan bentuk intimidasi dan
pelanggaran HAM.

“Dari pihak kepolisian kepada para pelajar yang ikut demonstrasi, adalah bentuk intimidasi yang menyalahi ketentuan dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi bahkan hak azasi manusia (HAM),” ungkapnya.

Lebih lanjut ia menjelasakan bahwa berdemonstrasi, atau aksi mengeluarkan pendapat lainnya yang dilakukan secara damai bukanlah tindak pidana dan bukan pula suatu kejahatan sehingga Polisi tidak bisa dan tidak boleh melarang para pelajar ikut berdemonstrasi, karena memang tidak ada satu undang-undangpun yg melarangnya.

Sama seperti halnya warga negara lain yang telah dewasa, para pelajar juga memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Baca Juga: Langgar Larangan Protes Pemerintah, Ribuan Orang di Bangkok Kembali Lancarkan Demonstrasi

Ia menambahkan bahwa yang terjadi hari ini mirip dengan kejadian yang terjadi pada tahun 1966, atau 1998, di mana para pelajar dengan kesadarannya sendiri sudah biasa turun ke jalan karena pada usia itu, para mahasiswa umumnya telah berusia lebih dari 17 tahun, sebuah usia yang dalam sistem perundang-undangan Indonesia tidak termasuk pada kategori usia anak-anak

Seperti diketahui warga negara dengan batas usia 17 tahun telah diberi hak pilih, serta sejumlah hak politik lainnya, termasuk kebebasan untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana halnya warga negara senior lainnya memang dianggap sudah matang dan melek politik

Selain itu, diketahui juga pemerintah telah memberikan imbauan agar kampus melakukan sosialisasi UU Cipta Kerja yang dalam hal ini merupakan bentuk intervensi terhadap kebebasan mimbar akademik di  kampus.

Ia menganggap bahwa imbauan semacam itu telah merendahkan martabat perguruan tinggi kita, seolah mereka adalah kaki tangan rezim yang tugasnya sekadar menjadi humas pemerintah. Padahal, ia menilai perguruan tinggi seharusnya diposisikan sebagai cagar alam intelektualitas

Baca Juga: Sempat Ditahan, 374 Pelajar yang Ikut Demo UU Cipta Kerja di Kalsel Diserahkan Kembali ke Orang Tua

Berdasar pada alasan-alasan tersebut, Fadli Zon mengungkapkan bahwasanya surat edaran yang diterbitkan Kemendikbud RI sudah melewati batas kewenangannya sehingga surat semacam itu adalah preseden buruk yang harus dikecam, karena merupakan bentuk intervensi terhadap hak-hak politik dan kewargaan yang dimiliki para mahasiswa.

Dalam thread tersebut Fadli Zon juga tak lupa mengaitkan isu dan permasalahan UU Cipta Kerja ini dengan pandemik Covid-19 dan penyelenggaraan Pilkada serentak yang akan digelar Desember mendatang.

“Kalau saja Dirjen Dikti hanya memberikan imbauan agar pimpinan perguruan tinggi mengingatkan mahasiswanya untuk mematuhi protokol kesehatan dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, itu tidak apa-apa,” ujarnya. 

Ia melanjutkan imbauan untuk mengkaji omnibus law adalah ajakan yang sangat basi.

Baca Juga: Sempat Ditahan, 374 Pelajar yang Ikut Demo UU Cipta Kerja di Kalsel Diserahkan Kembali ke Orang Tua

"Mestinya, ajakan itu disampaikan ketika UU Cipta Kerja sedang dibahas di parlemen, agar kampus bisa ikut mengkritisi dan memberi catatan. Kalau sudah disahkan, apa gunanya diberi catatan? Jadi, ajakan untuk mengkaji UU Cipta Kerja, menurut saya, mengandung sesat pikir,” tambahnya. 

Perlu dicatat bahwasanya demonstrasi merupakan salah satu bentuk ekspresi politik dan hak kewargaan yang dijamin tegas oleh konstitusi.

Pemerintah, baik polisi atau tidak bisa menjadikan pandemi sebagai dalih untuk membatalkan hak yang dimiliki oleh para Warga Negara.

“Kalau pemerintah saja percaya bisa mengatur lebih dari 100 juta orang pemegang hak pilih pada Pilkada 2020 untuk mematuhi protokol kesehatan, kenapa kita tak bisa mempercayai ratusan, atau ribuan pelajar dan mahasiswa bisa berdemo dengan memperhatikan protokol serupa?” pungkasnya.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x