Ramai Artis Jadi Bacaleg, Pakar Politik: Bukti Gagalnya Kaderisasi Partai

- 3 Juni 2023, 20:44 WIB
Illustrasi - Begini tanggapan pakar politik dari Universitas Bengkulu mengenai maraknya publik figur yang terjun ke dunia politik.
Illustrasi - Begini tanggapan pakar politik dari Universitas Bengkulu mengenai maraknya publik figur yang terjun ke dunia politik. /Pexels/Elemen5 Digital

PR TASIKMALAYA - Menjelang perhelatan akbar Pemilu 2024, mulai bermunculan berita-berita yang menggeparkan media sosial. Di antaranya adalah maraknya publik figur yang terjun ke dunia politik.

Memang bukan hal yang pertama dalam kancah politik Indonesia, namun jika boleh diibaratkan, “arusnya" semakin deras.

Hal ini pun mengundang banyak tanggapan dari masyarakat, terutama dari para akademisi dan pakar politik. Salah satunya adalah Pakar Politik asal Bengkulu, Dr Panji Suminar.

“Meski tidak menafikan bahwa ada artis yang memiliki kapasitas menjadi politikus, namun yang terlihat banyak yang sebenarnya belum punya kapasitas. Dan mereka direkrut lebih kepada vote getter atau pengumpul suara,” kata Panji Suminar pada Sabtu, 3 Juni 2023, sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari ANTARA.

Baca Juga: Duh Anaknya Tantrum! Ajak Main Yuk dengan Cari 3 Perbedaan di Gambar Tes IQ Berikut

Banyaknya artis yang terjun dalam Partai Politik dan partai membiarkannya mendaftar jadi calon legislatif tanpa seleksi yang ketat sama saja dengan menunjukan bahwa kader-kader yang dimiliki parpol tidak punya modal untuk mengumpulkan suara.

“Saya memandang ini menunjukan ketidakmampuan kaderisasi partai untuk menciptakan kader yang bisa mempengaruhi atau yang bisa mengumpulkan suara dan banyak diakui perannya oleh masyarakat. Kalau ada kader yang seperti itu, tentu parpol tidak memerlukan artis untuk diusung sebagai calon legislatif,” ungkap pakar politik sekaligus akademisi Universitas Bengkulu itu.

Panji menambahkan bahwa partai politik memang tidak salah mementingkan aspek pengumpulan suara sebanyak-banyaknya dengan mempertimbangkan ketenaran para publik figur yang direkrutnya.

Hal tersebut karena parpol pun “dikejar-kejar” oleh regulasi yang mengharuskan ambas batas parlemen 4 persen yang harus dicapai dalam pemilu.

Baca Juga: Suka Sentuhan Fisik, Pacar dengan 5 Zodiak Ini Punya Love Language Physical Touch

“Setiap partai itu dihantui oleh Parliamentary Threshold (PT) 4 persen, itu permasalahannya, maka pendekatannya dalam bentuk kuantitatif, tidak bisa meraup suara artinya kalah dalam pemilu, buang-buang waktu, upaya dan sumber daya kalua mereka tidak yakin lolos PT,” tambah Panji.

Ambang batas ini memang diatur dalam UU nomer 10 tahun 2008 tentang pemilu. Regulasi itu mengharuskan setiap partai politik yang ingin menduduki kursi parlemen harus memiliki setidaknya 4 persen suara dalam pemilu.

Pada tahun 2014, Parliamentary Threshold ini memang hanya ada diangka 3,5 persen. Namun, pada perhelatan pemilu 2019, ambang batas tersebut dinaikan menjadi 4 persen dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD.***

Editor: Aghnia Nurfitriani

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x