"Dalam bernegara harus radikal, berpegang pada dasar negara, cuma sekarang ada distorsi ya, dipakai dalam makna pejorative (perubahan makna menjadi lebih rendah),” sambungnya.
Lebih lanjut, dalam kesempatan tersebut, Din Syamsuddin juga menyebut bahwa tuduhan ini bukan merupakan hal yang baru karena tuduhan radikalisme itu sudah sejak lama diarahkan pada dirinya, yakni sudah sejak setahun yang lalu.
Ia lantas menyampaikan bahwa patut diduga pihak yang menudingnya radikal itu merupakan pihak yang sama dengan orang memasang spanduk di kampus ITB untuk memecat dirinya dari keanggotaan Majelis Wali Amanat (MWA) karena tuduhan radikal.
Tak hanya itu Din Syamsuddin juga menjelaskan bahwa dirinya menjadi anggota MWA melalui melalui undangan yang didapatkannya sebagai wakil dari masyarakat yang kemudian dipilih bersama dengan beberapa calon anggota pilihan lainnya.
Ia lantas menduga memang sejak awal dirinya masuk ke MWA, bahwa sudah ada pertarungan ideologis yang ia rasakan.
Din memaparkan, jika pertarungan ideologis masih tetap berlangsung hingga saat ini, maka hal tersebut akan menjadi malapetaka bagi bangsa.
“Ini suatu malapetaka bagi bangsa, kalau di kampus-kampus kita, termasuk di pusat kepemimpinan akademik masih muncul lagi seperti itu. Ini sudah lagu lama, di UI, di ITB, Gajah Mada,” ujarnya.
Lebih lanjut, Din Syamsuddin menerangkan bahwa yang dimaksud dengan pertarungan ideologis itu adalah antara islam dan non islam yang kembali mencuat setelah memasuki era reformasi.