PR TASIKMALAYA - Muanas Alaidid sentil Refly Harun yang semestinya Refly sebagai pakar hukum tata negara semestinya taat hukum.
Muanas Alaidid menyampaikan hal itu terhadap Refly Harun melalui akun Twitternya @muannas_alaidid pada hari Jumat 19 Februari 2021.
"Mestinya Refly itu taat hukum apalagi pakar hukum tata negara," tutur Muannas Alaidid dikutip Pikiranrakyat-Tasikmalaya.com dari akun Twitternya @muannas_alaidid pada hari Sabtu 20 Februari 2021.
Menurut Muanas Alaidid sendiri setiap kali diajukan untuk mencabut tuduhan pasal karet, MK selalu menolak permohonan tersebut.
"Karena MK sendiri selalu menolak permohonan untuk mencabut tuduhan-tuduhan muatan pasal karet dalam UU ITE tiap kali diajukan," tuturnya.
Tidak hanya itu Muanas Alaidid juga menegaskan, bahwa yang berhak menafsirkan UU itu adalah MK.
"MK yang berhak menilai soal tafsir UU, masa punya channel yutub sehari 6 konten gak mau ada aturan", tulisnya.
Mestinya Refly itu taat hukum apalagi pakar hukum tata negara, krn MK sendiri selalu menolak permohonan unt mencabut tuduhan2 muatan pasal karet dlm UU ITE tiap kali diajukan. MK yg berhak menilai soal tafsir UU, Masa pny channel yutub sehari 6 konten gak mau ada aturan ? ????— Muannas Alaidid, SH, CTL (@muannas_alaidid) February 19, 2021
Dalam unggahan sebelumnya, Muanas Alaidid juga menyebut bahwa Refly Harun itu sebagai terlapor kasus penghinaan.
"Refly Harun itu terlapor ‘terseret’ dalam kasus penghinaan NU Sugik Nur, "tuturnya.
Muanas menyarankan supaya jangan menanyakan UU ITE terhadap Refly Harun.
"Jangan tanya dia soal UU ITE mesti gegeran responnya," tegasnya
Seperti diketahui sebelumnya, dilansir dari Tasikmalaya.pikiran-rakyat.com dari Chanel youtube Mata Najwa Refly Harun menyatakan , UU ITE terlalu memberikan ruang lebar bagi penegak hukum untuk menafsirkannya.
"Masalahnya, UU ITE terlalu memberikan ruang lebar kepada penegak hukum untuk menafsirkannya,” tutur Refly Harun.
Menurutnya akibat dari membedakan hasutan dan hinaan yang tidak jelas sehingga mudah menangkap orang.
“Membedakan hasutan, penghinaan, provokasi, itu yang tidak jelas. Akibatnya, mudah sekali menangkap orang kalau penegak hukum punya target atau subjektivitasnya,” sambung Refly Harun. ***