Desak Pemerintah Revisi UU Pemilu, PKS: Banyak Korban Jiwa, Apalagi Ditambah Pilkada Serentak

- 8 Februari 2021, 19:10 WIB
Logo PKS.
Logo PKS. /@HumasPartaiKeadilanSejahtera/facebook.com

PR TASIKMALAYA - Jazuli Juwaini selaku Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mendesak pemerintah untuk merevisi Undang-Undang atau UU Pemilu.

Menurut Ketua Fraksi PKS itu, revisi UU Pemilu dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas demokrasi dalam melakukan penyelenggaraan pemilu.

“Kami melihat kebutuhan dan kepentingan revisi UU Pemilu, yaitu perbaikan demokrasi hasil evaluasi kita atas penyelenggaraan pemilu lalu,” tutur Jazuli Juwaini.

Baca Juga: Tanggapi Soal Pertanyaan Sekolah Nyeleneh Tentang Pak Ganjar, Ferdinand Hutahaean: ini Kurang Ajar!

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Jazuli Juwaini, seluruh Fraksi Komisi II telah menyetujui hal tersebut.

Bahkan, hal tersebut telah termuat di dalam draft guna mewujudkan harmonisasi dan sinkronisasi. Sehingga, semua fraksi dapat melihat urgensi revisi UU pemilu tersebut.

“Isu strategis antara ambang batas, ambang batas, alokasi kursi, pemilu, hingga rekapitulasi yang lebih baik,” ujarnya.

Jazuli Juwaini menambahkan, upaya tersebut merupakan usaha untuk mencegah keterbelahan seperti halnya yang terjadi pada Pemilu tahun 2019 lalu.

Baca Juga: Sampaikan Kritik untuk Presiden Jokowi Soal Pengunaan Istilah, Roy Suryo: Jangan Malah Dibuat Aneh-aneh Lagi

“Tak kalah penting, desain pemilu yang mencegah keterbelahan seperti pengalaman pemilu 2019,” papar Jazuli Juwaini.

Selain itu, Fraksi PKS juga mengusulkan agar persyaratan untuk pencalonan presiden menjadi lebih ringan, guna mewujudkan banyaknya alternatif pilihan calon presiden mendatang.

Jika persyaratan pencalonan presiden dipermudah, Fraksi PKS berharap mencegah terjadinya polarisasi atau keterbelahan seperti halnya yang terjadi pada pemilu tahun 2019 lalu.

Fraksi PKS menyarankan, agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak dapat dinormalisasi tahun 2022/2023, guna kepemimpinan daerah di masa pandemi Covid-19 dipimpin oleh pejabat definitif.

Baca Juga: Jaksa Agung Burhanudin Sebut Kasus Korupsi Asabri Tak Berhenti, Mardani Ali Sera: Harus Dibongkar hingga Akar

Jika Pilkada dilaksanakan tahun 2024, secara otomatis beban dan ongkos ekonomi, sosial, dan politik menjadi sangat berat.

“Waktu Pilpres dan Pileg jadi satu saja sudah sangat berat bagi penyelenggara, hingga menimbulkan banyak korban jiwa. Apalagi ini akan ditambah dengan Pilkada serentak,” tutur Jazuli Juwaini.

Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan untuk tidak menindaklanjuti revisi UU pemilu.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: PKS.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah