Dirut Pengembang Rumah Dp 0 Rupiah Diusut KPK, Ferdinand Hutahaean: Program Gagal

9 Maret 2021, 16:00 WIB
Ferdinand Hutahaean. sebut kebijkan program rumah Dp 0 rupiah Anies Baswedan sebagai program gagal.* /Instagram @Ferdinand_Hutahaean

PR TASIKMALA- Janji rumah Dp 0 rupiah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, kembali dikritik oleh mantan politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean.

Kali ini, Ferdinand Hutahaean mencecar program Anies Baswedan tersebut setelah adanya dugaan kasus suap dalam pembelian tanah janji rumah Dp 0 rupiah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta oleh BUMD DKI Jakarta.

Hal itu disampaikan Ferdinand Hutahaean dalam unggahan di akun media sosial Twitter pribadnya. Ia mengatakan, program rumah Dp 0 rupiah yang dijanjikan Anies Baswedan sebagai program gagal.

Baca Juga: Habisi Nyawa dan Buang Bayinya Sendiri, Seorang Warga di Tangerang Diamankan Kepolisi Terancam Penjara

Diketahui, saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut adanya keterlibatan Direktur Utama Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C. Pinontoan dalam korupsi rumah Dp 0 rupiah tersebut.

Sementara itu, Sarana Jaya sendiri merupakan Badan Usaha Milik (BUMD) Daerah DKI Jakarta yang mendapatkan tugas untuk menyelesaikan kebijakan program rumah Dp 0 rupiah tersebut.

Sebagaimana diberitakan Bekasi.Pikiran-Rakyat.com dalam judul artikel "Sentil Anies Baswedan Soal Janji Rumah DP 0 Rupiah, Ferdinand Hutahaean: Sudah Gagal, Terjerat Korupsi Lagi", sebagai informasi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menjanjikan program tersebut.

Baca Juga: Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya Sebut akan Santet Moeldoko, Dewi Tanjung: Wow Luar Biasa Hebat Ya!

Program penyediaan rumah dengan uang muka atau down payment alias Dp 0 rupiah itu disampaikan dalam kampanye Anies Baswedan saat Pilkada DKI Jakarta pada 2017 silam.

"Ini namanya program gagal, sudah gagal pun masih terjerat korupsi," kata Ferdinand Hutahaean dalam akun Twitter-nya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Selasa, 9 Maret 2021.

Menurut Ferdinand Hutahaean, realisasi program rumah DP 0 rupiah jauh dari target awal yang disampaikan Anies Baswedan.

Baca Juga: Rayakan Hari Perempuan Internasional, Yayasan Dian Sastrowardoyo Berikan 24 Beasiswa untuk Perempuan Indonesia

"Memasuki tahun keempat kepemimpinan Anies, realisasi program rumah DP Rp0 baru 0,26 persen atau 780 rumah dari target awal menyediakan 300.000 rumah selama lima tahun," tutur Ferdinand Hutahaean.

Oleh karena itu, Ferdinand Hutahaean meminta KPK agar segera memeriksa APBD Provinsi DKI Jakarta dalam rangka menelusuri dugaan kasus korupsi tersebut dan menyelidiki adanya dugaan suap Formula E.

Cuitan Ferdinand Hutahaean.* Twitter.com/@FerdinandHaean3

"Kepada KPK RI agar segera masuk memeriksa APBD Provinsi DKI Jakarta terutama Formula E yang fiktif," ujar Ferdinand Hutahaean.

Baca Juga: Duga Ada Komplotan Istana di Balik KLB Demokrat, Rocky Gerung: Mahfud MD Jubir Penenang Publik

Baca Juga: Peserta KLB Partai Demokrat Akui Diimingi Uang 100 Juta, Ossy Dermawan:Uang Nazaruddin Masih Banyak, Darimana?

Baca Juga: Bupati Lebak Iti Octavia Sebut akan Santet Moeldoko, Muannas Alaidid: Bahaya, Harus Minta Maaf!

Untuk informasi, KPK mengindikasi adanya dugaan suap dari sembilan objek pembelian tanah yang dilakukan Dirut Sarana Jaya.

Salah satu dugaan pengembungan adalah pembelian tanah seluas 41.921 meter persegi, yang berada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, tahun 2019.

Pada proses penyidikan sengkarut tanah ini, penyidik KPK telah menetapkan empat pihak sebagai tersangka.

Baca Juga: Berikut Hal yang Menjadi Penyebab Tertunda atau Dibatalkannya Pemberian Vaksin Covid-19

Baca Juga: Waspadai 5 Bahaya Mengkonsumsi Minuman Bersoda Secara Berlebihan Untuk Kesehatan

Baca Juga: Jangan Salah Arti, Simak Penjelasan Mengenai Perilaku Ghosting dalam Sebuah Hubungan

Empat pihak tersebut adalah Yoory Corneles Pinontoan selaku Dirut Sarana Jaya, Anja Runtuwene, dan Tommy Adrian. Selain itu, penyidik juga menetapkan PT Adonara Propertindo selaku penjual tanah.

Menurut informasi, indikasi kerugian negara sebesar Rp100 miliar, terjadi karena ada selisih harga tanah Rp5,2 juta per meter persegi, dengan total pembelian Rp217.989.200.000.

Sementara itu, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp1 triliun dari total 9 kasus pembelian tanah yang dilaporkan ke KPK.***(Muhammad Azy/Bekasi.Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Arman Muharam

Sumber: Bekasi Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler